Penasehat Hukum Imam Maskur Konferensi Pers Di Sekber Wartawan. |
Banda Aceh - Tiba-tiba
sebuah kedai kopi dikerubungi banyak
orang, di dinding saya melihat sebuah spanduk bertuliskan konferensi pers. Di depannya beberapa orang pria dan wanita duduk berjejer, mereka dikerubungi
banyak wartawan.
Begitulah suasana di lokasi Sekretariat
bersama wartawan, Sabtu pagi (16/9). Lokasi ini sejatinya adalah halaman samping
percetakan Banna Coy, yang oleh beberapa wartawan generasi milineal menyebutnya
Sekber,
di sana ada sebuah warkop yang semula Sekretariat PWI Aceh pada awal tahun
1990-an.
Ramainya Sekber Sabtu pagi
ternyata disebabkan kehadiran tim penasehat hukum, dari keluarga Almarhum Imam
Maskur, pria Aceh yang tewas dianiaya sejumlah oknum TNI di Jakarta. Mereka hadir ke sana untuk memberikan beberapa
pernyataan pers.
Sekber adalah sebuah Warkop
di ujung jembatan Pante Pirak yang menjadi tempat mangkal sejumlah
wartawan. Tidak sembarang wartawan
berani ngumpul di sini, karena adanya oknum wartawan berkompetensi dewan pers memamerkan
status mereka.
Para oknum wartawan yang berkompetensi
dari dewan pers, ada diantara mereka yang beranggapan, wartawan yang tidak punya
kompetensi sebagai wartawan abal-abal. Makanya lokasi ini dijauhi oleh wartawan
yang tidak punya kompetensi.
“Jangan di Sekber lah kita duduk,
risih kita di sana, banyak wartawan hebat-hebat, mereka punya kompetensi, kita
tidak,” ujar seorang wartawan yang
minder, terhadap para oknum wartawan dengan
status kompetensi dewan pers.
Status kompetensi dewan pers
untuk para oknum wartawan di Banda Aceh, terkadang memang menjadi pembicaraan. Bagi yang memiliki status itu merasa dirinya wartawan sejati, sementara yang
tidak memiliki status kompetensi dianggap abal-abal.
Tarmizi Alhagu.