Hari Ini 9 February kembali insan pers memperingati Hari Pers Nasional (HPN), tidak seperti biasanya terpusatkan pada satu konsentrasi. Tetapi tahun 2025 ini Hari Pers dilaksanakan pada dua kota secara nasional, dari dua kubu yang berbeda.
Pers terbelah kembali pada dua kubu, setelah puluhan tahun perpecahan antara kubu BM Diah dan kubu Rosihan Anwar tidak berhasil dipersatukan, akibat saling klaim kemenangan sebagai Ketua PWI terpilih masa itu, kini perpecahan itu justru diakibatkan oleh aroma uang .
Uang ternyata menjadi alat oknum-oknum untuk mengenderai organisasi PWI, dengan barang dagangan berupa UKW. Disanalah mereka terpecah dan saling memecat, saling klaim hingga berakhir dengan pengusiran dari gedung Dewan Pers di Kebon Sirih.
Begitulah drama UKW yang sekarang telah menjadi barang dagangan, yang mengambil korban oknum-oknum pengurus PWI, membuat kekisruhan diantara insan pers secara meluas.
Bila perpecahan ini terus berlanjut, fungsi Pers untuk menjalankan kontrol social akan terganggu. Sebab bagaimana mereka mau meluruskan orang lain, sementara diri mereka sendiri bengkok dan tidak bisa diluruskan kembali.
Kontrol Sosial
Kontrol Sosial adalah fungsi pers yang sangat penting dan paling utama, karena fungsi itulah pers diberikan previlage, dengan aturan yang Lex Specialist, memberikan insan pers keistimewaan didalam perkara hukum dengan UU Pokok Pers, bukan hukum pidana umum bila terjadi sengketa dibidang Pers.
Untuk fungsi control social juga Pers diberikan Hak Tolak, sebuah perlindungan hukum yang dimiliki insan pers untuk menolak menyebutkan nara sumber. Baik didalam pengadilan maupun diluar peradilan, begitu istimewanya pemberian negara terhadap insan pers.
Fungsi control social ini memberikan insan pers untuk memilki kewenangan investigasi (under Cover) didalam mendapatkan berita, dengan hasil karya jurnalistik yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun.
Pemberian yang begitu istimewa oleh negara kepada pers tentu saja tidak berjalan mulus begitu saja, pemberitaan-pemberitaan yang bersifat Control Sosial sering kali mendapat gangguan, teror, bahkan intimidasi dari berbagai pihak.
Pembunuhan Karakter Terhadap Wartawan Investigasi.
Gangguan itu terkadang lebih sering datang dari oknum insan pers sendiri, berupa pembekingan-pembekingan terhadap oknum yang menjadi bahan liputan Control Sosial. Persekongkolan jahat antara oknum yang melakukan pelanggaran hukum dengan oknum dari internal insan pers, terkadang mengambil korban dari insan pers sendiri.
Pembeking oknum pelanggar hukum seringnya berasal dari oknum para pengurus dari organisasi pers sendiri, baik dalam perkara korupsi, kejahatan lainnya, maupun terhadap pelaku maksiat, seperti yang pernah terjadi didalam history dunia pers Aceh.
Korban pembekingan itu dicabut keanggotaannya dari organisasi pers, dia disingkirkan dan dikucilkan oleh kekuatan organisasi pers yang korup, berulang kali hal ini terjadi di Aceh. Mulai dari zamannya tokoh Pers Aceh Achmad Chatib Ali (ACHA) yang dicabut keanggotaan organisasinya, sampai mengambil korban Muhammad Saleh akibat perebutan Ketua Organisasi Pers.
Banyaknya korban terhadap para wartawan investigasi yang sedang melakukan fungsi Control Sosial, dan fitnah yang disebarkan oleh oknum pengurus organisasi pers terhadap korban, telah membuat fungsi control social dari Pers menurun tajam di Aceh.
Kekuatan oknum-oknum Jurnalis hitam yang menguasai organisasi pers, telah membuat beku liputan investigasi, membuat insan pers menjauhi pemberitaan control social, bila tidak ingin karir jurnalis hancur ditangan Black Jurnalist.
Maka lahirlah kemudian liputan-liputan yang lebih bersifat Embedded Government, yang lebih ramah kepada birokrasi pemerintahan, dengan pemberitaan-pemberitaan yang berasal dari Release Pers. Pola ini telah memberi jalan baru untuk Pers dalam mempertahankan eksistensinya.
“Selamat Menyambut Hari Pers Nasional, Bersatulah Insan Pers, Layarkanlah Kembali Cita-Cita Luhur Bangsa.”