Rabu adalah hari pekan di Pasar Sibreh, Aceh Besar. Seperti biasa aktivitas perdagangan sapi menjadi fenomena lazim di pasar hewan Sibreh. Warga pun ramai ke pasar untuk membeli daging meugang atau untuk membeli bumbu dan kebutuhan lain.
Pasar Sibreh memang ramai seminggu sekali pada setiap Rabu, tetapi Rabu (26/02) kemarin, memiliki nuansa yang berbeda, karena sudah masuk hari meugang, hari yang menjadi tradisi masyarakay Aceh mengkonsumsi daging.
Meski bersamaan dengan hari meugang, transaksi perdagangan sapi justru ramai pada Rabu kemarin. Banyak sapi-sapi dibawa keluar pasar oleh pembeli menjelang waktu shalat Zuhur, jauh sebelum ditutupnya pasar pada sore hari.
Seorang pedagang daging di Pasar Sibreh mengaku dagangannya sangat laris, sudah menyembelih dua ekor sapi sebelum tengah hari. Dia menjual setiap kilo daging seharga 150 ribu Rupiah, pembeli lebih suka pada sapi Aceh, rasa dagingnya manis, katanya.
![]() | |
|
Seorang pedagang Nasi Kambing Bu Nini di pasar Sibreh, mengaku dengan kondisi berjualan bertepatan dengan hari meugang, membuat dagangan kurang laris. Demikian juga ibu Diana mengaku dagangan menurun dibandingkan hari Rabu pekan sebelumnya.
Dipusat Kota Banda Aceh penjualan daging untuk kebutuhan meugang, sudah berlangsung sejak lima hari menjelang bulan puasa. Pada hari ke empat antrian pembeli telah membuat arus lalu lintas menjadi macet, akibat penjual daging menjajakan dagangan di tepi jalan.
Tradisi meugang di Aceh selalu membawa nuansa khas menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Masyarakat mengkonsumsi daging untuk mensyukuri datangnya bulan penuh rahmat dan magfirah itu, terkadang daging dibeli lebih banyak untuk di awetkan.
Sie Balui
Warga Aceh terbiasa mengawetkan daging dengan mengasapinya di atas dapur berbahan bakar kayu. Setiap mereka memasak, asap dari dapur akan menebarkan asap kedalam daging yang digantung diatasnya, membuat daging itu semakin kering dari hari ke hari.
Daging yang di awetkan dengan cara mengasap seperti itu mereka namakan si Balui. Daging ini nantinya akan dikomsumsi dengan cara menggoreng, dimakan bersama lalapan kecap, dengan aroma khas daging panggang yang berbeda.
Daging Sie Balui itu juga bisa dimakan langsung, dengan mengirisnya dan melalap bersama bumbu kecap. Terkadang Sie Balui ini lebih sering dimakan saat Sahur, karena lebih praktis cara mengolahnya, Sie Balui disimpan lama hingga menjelang habis bulan Ramadhan.
Sie Balui juga terkadang diolah kembali dengan memberinya bumbu kari atau olahan kuah daging yang lain. Seperti dengan bumbu masak putih, dengan bahan santan yang kental dan bumbu tradisional Aceh lainnya.
Sie Reuboh
Selain Sie Balui, para wanita Aceh juga mengawetkan daging dengan merebusnya pakai air cuka. Setelah masak, airnya ditiriskan, dibiarkan beberapa saat lalu daging dijemur. Daging itu nanti bisa digoreng kembali, juga dibuat masakan khas lainnya.
Selain olahan daging awetan, para wanita Aceh juga mahir memasak daging dengan berbagai masakan khas. Mereka sering memasak daging dengan bumbu karie, masak putih, dijadikan masakan sop daging, bahkan ada juga yang membikin sate dari daging meugang.
Begitulah tradisi Aceh dalam menyambut Ramadhan, dengan mengkomsumsi daging meugang dalam berbagai rupa masakan. Dari masakan khas tradisional Aceh, hingga masakan daging modern. Tidak heran jika masyarakat pada setiap tiba hari meugang membeli daging lebih banyak dari biasanya.
Terkadang diantara warga Aceh ada yang sampai menyembelih sapi sendiri, untuk kebutuhan Ramadhan keluarga mereka. Selama berlangsungnya bulan Ramadhan daging yang sudah diawetkan itu akan menjadi menu saat buka puasa dan sahur.
Sering pula berbagai organisasi profesi melakukan penyembelihan sapi dengan membagikan kepada anggota organisasi mereka. Seperti sering dilakukan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ac eh hampir setiap tahun.
Penyembelihan sapi untuk konsumsi meugang juga sering dilakukan oleh berbagai kantor intansi pemerintah, organisasi politik, bahkan sampai tingkat desa. Ada lurah dan warganya melakukan penyembelihan daging untuk konsumsi meugang.
Setahun Tiga Kali Meugang.
Dalam setahun ada tiga kali dilangsungkan hari Meugang di Aceh. Yang pertama pada hari menjelang masuknya bulan suci Ramdhan, yang kedua menjelang hari raya Idul Firti dan yang terakhir untuk menyambut datangnya hari raya Idul Adha.
Meugang ini dilangsungkan untuk menyambut datangnya hari-hari besar yang dianggap baik oleh masyarakat Aceh. Selama hari-hari itu mereka merayakannya dengan memakan daging, dengan tidak lagi ke pasar untuk belanja kebutuhan sehari-hari.
Tarmizi Alhagu.