Banda Aceh-Kunyit merupakan
salah satu bumbu dapur yang kerap dicari oleh masyarakat Aceh. Selain dijual
dalam bentuk segar, tersedia juga kunyit dalam bentuk bubuk untuk kepraktisan.
Namun
sayangnya kunyit bubuk produksi lokal, pasarnya belum mampu menguasai pasar
Aceh. Pemasarannya masih dikuasai oleh pedagang besar, sehingga produk kunyit
bubuk dari luar Aceh yang lebih mendominasi. Demikian ungkap M Sulaiman, pengusaha
kunyit bubuk asal Lamteuba, Aceh Besar pada media ini pekan lalu di Banda Aceh.
“Padahal
produk kami ini murni dan lebih higienis, sementara produk luar sudah
tercampur, ini banyak ibu-ibu yang belum mengerti, “ ujarnya.
Setelah
berhasil mengajak warga sekitar Lamteuba untuk menanam kunyit dari sebelumnya
menanam ganja, Sulaiman sejak tahun 2015 memproduksi kunyit bubuk untuk
meningkatkan nilai jual. Kini produknya yang dinamakan Aslam, sudah memiliki
izin PIRT dari BPPOM dan sertifikasi Halal. Di pasaran produknya dikemas dari
50 gram, 80 gram dan 100 gram.
“Untuk
produksi saat ini tidak menemukan kendala, dan sudah mengunakan oven untuk
pengeringan, supaya kadar ainya dapat diukur. Hanya pemasaran yang belum bagus,
“ urai Keuchik Gampong Blang Tingkeum ini.
Oleh
karena itu dirinya berupaya melakukan pemasaran ke luar Aceh, umumnya mereka
menginginkan bubuk kunyit murni karena digunakan untuk bahan kecantikan seperti
lulur. Menurutnya permintaan produksi belum stabil, tergantung pemesanan dari
dokter atau pengusaha kecantikan di Jakarta.
Untuk
bulan November lalu permintaan sudah mencapai sekira 300 Kg kunyit bubuk murni.
Melihat potensi penggunaan bubuk kunyit tidak hanya sebagai bumbu masak, juga
terbesit dipikirannya untuk mengolah kunyit bubuk menjadi produk kecantikan
seperti lulur dan sabun.
“Ke
depan agar pasar kunyit jangan untuk kebutuhan masak saja, kalau ada ilmu
tentang olahan selain untuk konsumsi pangan bisa untuk sabun, lulur ingin juga
memproduksinya. Tapi belum berani karena tidak ada ilmu, ada coba-coba untuk
bikin ekstrak dan jamu untuk konsumsi sendiri, “ pungkasnya.
Soraya