Banda Aceh- Ditengah himpitan ekonomi tanpa ujung, masih banyak juga warga Aceh masih bisa hidup bak sosialita kota metropolitan. Seperti nongkrong di café mewah bahkan belanja di mall sampil minum di café, menjadi sebuah pemandangan kontradiktif antara masyarakat miskin dan kelas menengah di kota Banda Aceh.
Ketika sebagian warga lainnya
harus mulung untuk bisa mendapatkan sesuap nasi, lalu ketika malam tiba mereka
tidak punya rumah tempat berteduh. Sebagian warga Aceh dari kelas menengah justru berpesta pora di café mewah.
Kesenjangan sosial ini menjadi
sebuah pemandangan lumrah di Kota Banda Aceh, tidak ada yang peduli kepada
mereka yang sedang kesulitan dalam himpitan hidup.
Jika Purwakarta punya seorang
lelaki unik seperti Kang Dedi Mulyadi yang saban hari terus membantu kesulitan
warganya. Lalu Jakarta punya Yusuf Hamka yang setiap hari memberi makan warga
Jakarta. Jangan harap hal seperti itu ada di Aceh.
Kelas menengah Aceh tidak peduli
kepada saudaranya, mereka diam saja saat warga miskin Aceh alami kesulitan hidup. Jangankan datang memberi bantuan,
membuka pagar rumah mereka saja enggan untuk saudara mereka.
Mayoritas kelas menengah Aceh tinggal di pemukiman elite
Lampriet, beberapa pengusaha kaya Aceh
tinggal dibekas rumah dinas pegawai kantor Gubernur Aceh itu, selebihnya tinggal menyebar diberbagai lokasi.
Kepedulian mereka kepada warga
miskin saat pandemi Covid-19 sangat jauh
dari harapan, kondisi itu semakin buruk
dengan sikap oknum pemerintah yang tidak mengurus para tunawisma itu.
Tarmizi Alhagu