Bagaimana Mereka Bisa Menambang Minyak

Selasa, 01 Mei 2018, Mei 01, 2018 WIB Last Updated 2018-05-01T14:46:40Z

Banda Aceh-Tidak bisa dipungkiri alasan masyarakat nekat melakukan penambangan minyak secara tradisional karena faktor ekonomi. Maka karena alasan itu juga pemerintah tidak bisa langsung menutup sumur minyak di Ranto Peureulak yang terbakar baru-baru ini.

Anggota DPRA Komisi I Iskandar Usman Al-Farlaky menjelaskan bahwa sumur minyak tersebut sudah lama ada, sisa dari perusahaan pengeboran minyak terdahulu yang dinilai tidak produktif lagi. Demikian ungkapnya saat ditemui media ini di Ruang Komisi I Sekretariat DPRA di Banda Aceh pada Senin, 28 April 2018.

“Jika diambil oleh pemerintah, apakah bisa menjamin masyarakat masih bisa mengelola, akan muncul persoalan juga karena itu gampong mereka. Tidak mungkin mereka diam, aset mereka, tanah mereka. Semua punya mereka, kalau diambil pemerintah mereka akan jadi penonton, “ tutur Iskandar.

Dia memaparkan sumur minyak yang ada dikelola masyarakat dengan alat seadanya. Karena jika dikelola oleh perusahaan tidak ekonomis karena minyaknya sedikit. Perusahaan mengeluarkan biaya yang lebih besar meliputi alat rig, dan gaji pekerja sehingga tidak bernilai ekonomis.

Sementara masyarakat merakit alat rig sendiri, pekerja tidak digaji karena sistem bagi hasil dan nilai jualnya tinggi. Sumur bor yang dikelola masyarakat kedalamannya dangkal, masyarakat bisa mengebor sendiri seperti mengebor sumur air. Masyarakat merakit rig dirakit sendiri, dan belajar secara otodidak karena mereka sebelumnya pernah menjadi pekerja tambang minyak Asamera (PT Asamera-red), demikian urainya.

Lantas bagaimana minyak mentah diolah ? Iskandar menguraikan, “Minyak mentah ada disuling langsung, ada yang tidak disuling dijadikan bahan aspal. Dijual ke perusahaan AMP (asphalt mixing plant), per drum harganya Rp 700-800 ribu, “ ujar wakil rakyat asal Peureulak Aceh Timur ini.

Saat ini ditambahkannya ada ribuan kepala keluarga yang menggantungkan mata pencahariannya dari sektor pengeboran minyak secara tradisional. “Produksinya sendiri per hari bisa lima drum bahkan 25 drum. Lalu dipasarkan kepada perusahaan AMP, untuk kebutuhan pemasakan aspal baik di Aceh Timur maupun Sumatera Utara, dan selama ini belum pernah terjadi kejadian luar biasa seperti itu,” ujar Iskandar.

Soraya

Komentar

Tampilkan

Terkini

Seputar%20Nanggroe

+