Banda Aceh – Aceh merupakan Provinsi yang berada di penghujung timur Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari 23 Kabupaten/Kota yang dinobatkan sebagai daerah keistimewaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Di bidang keagamaan, Pemerintah Aceh telah melahirkan Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh serta Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.
Demikian penjelasan Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh Dr EMK Alidar S Ag M Hum melalui Kepala Seksi Pembinaan Lembaga Keagamaan DSI Aceh Abdul Rani S Sos I, MA pada Senin, 18 April 2022 di Banda Aceh.
Dinas Syariat Islam Aceh merupakan salah satu sayap Pemerintah Aceh yang mengurus tentang pelaksanaan Syariat Islam, salah satu tugas dan fungsi Dinas Syariat Islam adalah penguatan di Bidang Penyuluhan Agama Islam dan Tenaga Dai di Wilayah Perbatasan dan Daerah Terpencil.
Keberadaan dua ratusan dai dan daiyah atau lebih di kenal mujahid dakwah di wilayah perbatasan, dan daerah terpencil di mulai pada tahun 2002 silam hingga tahun 2022, kehadirannya disambut baik oleh semua masyarakat daerah perbatasan dan daerah terpencil.
Adapun wilayah-wilayah penempatan dai dan daiyah Pemerintah Aceh meliputi Kabupaten Aceh Tenggara (perbatasan), Kabupaten Aceh Tamiang (perbatasan), Kabupaten Aceh Singkil (perbatasan), Kota Subulussalam (perbatasan), Kabupaten Simeulu (terpencil) dan Kabupaten Aceh Selatan (terpencil) atau daerah terisolir.
Salah satu cita-cita Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Syariat Islam untuk wilayah perbatasan dan daerah terpencil adalah menempatkan dai, dan daiyah yang profesional dalam berdakwah sehingga program-program Pemerintah Aceh yang sangat strategis bisa berjalan maksimal.
Adapun tujuan penempatan dai dan daiyah di daerah perbatasan dan terpencil adalah mempersiapkan masyarakat untuk memiliki keteguhan aqidah sebagai modal dasar dalam menjalani kehidupan, mendorong masyarakat untuk mengamalkan Syariat Islam dalam segala aspek kehidupan, meningkatkan syiar Islam, menjadikan keluarga sebagai tempat pertama pembinaan moral dan basis ketahanan masyarakat, menggalang rasa persaudaraan antar umat beragama, menjaga kerukunan antar umat beragama dan saling mewujudkan suasana lingkungan yang damai, tertib, aman, bersih, indah, rapi dan estetika (BEREH), menghidupkan pengajian gampong, memperdayai remaja masjid dan memperkuat kehidupan adat, seni dan budaya yang berasaskan Islam dan menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan umat.
Dalam menjalankan tugasnya, para dai dan daiyah harus menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar penempatan dai yang telah atur, dalam buku panduan dan buku pegangan dai dan daiyah wilayah perbatasan dan daerah terpencil yang di berikan oleh Dinas Syariat Islam Aceh.
Adapun prinsip-prinsip dasar di maksud adalah dai dan daiyah mesti berdomisili di tempat tugas sesuai Surat Keputusan Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Syariat Islam Aceh, waktu kegiatan dai dan daiyah terutama pada selesai shalat ashar, selesai shalat maghrib dan selesai shalat isya, dai dan daiyah tidak dibenarkan tugas rangkap seperti menjadi imeum menasah tempat tugas dai, menjadi anggota tuha peut dan perangkat gampong lainnya, bagi lokasi yang timbul kerawanan setelah penempatannya dai dan daiyah agar segera menyampaikan informasi dalam bentuk laporan harian dan laporan bulanan kepada Dinas Syariat Islam Aceh sebagai leading sektornya untuk di cari solusinya.
Dinas Syariat Islam Aceh setiap tahunnnya membuka peluang bagi putra putri Aceh yang berdomisili di Aceh dan ber-KTP Aceh untuk menjadi calon dai, dan daiyah yang akan di tempatkan di wilayah perbatasan dan daerah terpencil.
Dalam hal perekrutmen, maka Dinas Syariat Islam Aceh menetapkan beberapa kriteria yang boleh dijadikan dai diantaranya lulusan Strata I dari semua jurusan dan lulusan dayah/pesantren, bukan PNS, BUMN, LSM, dan ORSOSPOL, tidak pernah mengidap penyakit akut, ikhlas, jujur dan adil, bersedia di tempatkan sesuai Surat Keputusan, fasih dalam membaca Alqur’an, mampu menjadi khatib, mampu menjadi imam dan mampu membaca kitab – kitab klasik (kitab kuning) dengan baik dan benar.
Adapun tugas pokok da’i dan daiyah adalah mengaktifkan shalat fardhu berjamaah di masjid dan meunasah, membina dan menyejukan aqidah umat, mengajar dan membimbing masyarakat membaca Alqur’an dengan baik dan benar, membina TPA, TPQ dan TKA, melakukan pendalaman pemahaman tentang ajaran Alqur’an dan Sunnah, mempererat tali silaturahmi ukhwah antar sesama, membina kelompok fardhu kifayah, membina remaja masjid, mengisi pengajian di majelis ta’lim, membina kegiatan hari-hari besar Islam, mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan dan membantu kegiatan yang mengarah kepada kerukunan, kedamaian dan ketertiban masyarakat.
Adapun larangan bagi dai dan daiyah adalah membahas /membicarakan masalah khilafiah secara terbuka dengan masyarakat awan karena di khawatirkan daya serap masyarakat masih rendah, mengambil alih tugas imam dan perangkat gampong, menyampaikan dan menyebarkan ajaran sesat dan menyesatkan dan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan permusuhan.
Adapun hak dai dan daiyah adalah memperoleh biaya hidup setiap bulannya, biaya perumahan, biaya operasional, biaya kesehatan, bantuan asuransi dan tidak tertutup kemungkinan setiap tahun akan di ambil bagi dai dan daiyah teladan di berangkatkan umrah.
Adapun persyaratan gampong yang akan dijadikan wilayah binaan dai dan daiyah adalah memiliki jumlah penduduk muslim yang memadai, merupakan daerah yang rawan terhadap pendangkalan aqidah Islam, dapat di monitor oleh koordinator lapangan dan tim monitoring dari Provinsi Aceh, berbatasan langsung dengan komunitas non muslim, adanya tempat pemondokan dai dan daiyah, dan gampong yang masih relatif rendah sumberdaya manusianya sehingga perlu mendapatkan bantuan tenaga dai dan daiyah serta gampong yang ada berbaurnya penduduk muslim dengan non muslim.
Untuk lebih mudahnya terpantau kinerja dai dan daiyah, maka Dinas Syariat Islam Aceh bekerja sama dengan KOMINSA Aceh untuk membuat aplikasi dan memetakan, memetakan lokasi tempat tugas, dan keberadaan dai dan daiyah dalam bekerja dan mengirimkan laporan harian dan bulanan kepada Dinas Syariat Islam Aceh sebagai penaggungjawab.
Harapannya, bahwa 200 para dai dan daiyah di wilayah perbatasan sangatlah kurang personelnya untuk mengawal wilayah perbatasan dan daerah terpencil yang begitu luas perlu penambahan lagi dai dan daiyah karena kerja mereka sangatlah berat dan terkadang menakutkan bahkan ada yang sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu akibat penyakit tertentu yang tidak bisa terdeteksi dengan keilmuan medis.
Pada kesempatan ini, juga mengharapkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota supaya bisa merekrut dai perkotaan dan dai pedesaan untuk men-back up personil dai dan daiyah Pemerintah Aceh sebanyak 200 personil.
Red