Ombudsman Aceh : Laporan Makin Berkurang

Rabu, 08 Januari 2020, Januari 08, 2020 WIB Last Updated 2020-01-08T06:15:23Z

Banda Aceh-Ombudsman RI Perwakilan Aceh menerima berbagai pengaduan dari masyarakat mengenai dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun total laporan masyarakat yang diterima pada tahun 2019 berjumlah 132 laporan. Setelah melalui proses verifikasi laporan, sebanyak 128 laporan yang dapat ditindaklanjuti karena memenuhi syarat formil dan materil. Terdapat pula 16 konsultasi non laporan yang masuk dan terdata.

Instansi yang banyak dilaporkan yakni: Instansi Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 53 laporan. Selain itu, menyusul instansi lainnya yaitu: Pemerintah Provinsi Aceh 22 laporan, POLRI 13 laporan, BUMN/BUMD 11 laporan dan Badan Pertanahan Nasional 7 laporan. 

Dibandingkan tahun 2018 lalu, jumlah laporan atau pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman Aceh mengalami penurunan. Pada tahun 2018 terdapat 135 pengaduan yang diterima Ombudsman RI Aceh. Sedangkan pada tahun 2019, laporan yang diadukan menjadi 128 kasus, berarti ada penurunan sebanyak 7 kasus. 

Menurut Ayu Parmawati Putri, MKn, Kepala Bidang Penyelesaian Laporan, “Penurunan jumlah laporan yang diterima tahun ini dikarenakan terdapat mekanisme baru pada proses penerimaan dan verifikasi laporan (PVL) di Ombudsman. Hal ini sebagai konsekuensi implementasi dari Peraturan Ombudsman RI No 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan”.


Lebih lanjut, Ayu Parmawati Putri menjelaskan, Ombudsman RI Aceh sejak 2019 melakukan proses PVL menyelesaikan laporan menggunakan metode propartif (progresif dan partisipatif). Metode ini mengedepankan pendekatan persuasif, serta menggali informasi yang lebih menyeluruh kepada Pelapor. Seringkali pula pada akhirnya keluhan yang disampaikan tidak jadi dilaporkan secara resmi.  

Hal ini bisa jadi, setelah Pelapor mendapat penjelasan rinci dari Asisten Ombudsman yang menangani PVL, baru pelapor mengerti tentang permasalahan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mereka hadapi. Sehingga mereka memahami bahwa tidak ada potensi dugaan maladministrasi terhadap permasalahan yang dihadapi. Karenanya, mereka pun tidak jadi melaporkan secara resmi, tetapi hanya cukup konsultasi saja. Demikian papar Ayu Parmawati Putri, MKn. 

Selain itu, penurunan laporan juga dapat diartikan adanya peningkatan kualitas dan telah ada perbaikan pelayanan publik, tambahnya. 

Dominasi dugaan maladministrasi yang banyak diterima oleh Ombudsman RI Aceh yaitu berupa perlakuan tidak patut, penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut. Sementara substansi yang paling banyak diadukan adalah masalah kepegawaian, diikuti oleh masalah pertanahan, kepolisian, kesehatan dan Pendidikan.

Dr Taqwaddin Husin selaku Kepala Perwakilan Ombudsman Aceh menyampaikan “Kami selain menyelesaikan laporan berbasis pengaduan masyarakat, juga melakukan upaya mencegah terjadinya maladministrasi dalam berbagai sektor pelayanan publik".

"Pada tahun 2020 Ombudsman RI Aceh akan fokus mendorong Pemerintah Aceh untuk lebih serius melakukan upaya meminimalisir angka kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan melalui optimalisasi Uji Kompetensi Guru (UKG). Selain itu, kami juga akan mendorong pihak BUMN yang beroperasi di Aceh untuk mengatasi masalah kelangkaan solar, kelangkaan pupuk, dan masalah distribusi gas melon untuk warga miskin", demikian pungkasnya.

Red
Komentar

Tampilkan

Terkini