Iklan

Hanya Tentang Kotoran Sapi Aceh

Senin, 12 September 2022, September 12, 2022 WIB Last Updated 2022-09-15T04:05:12Z


     https://youtu.be/c_D79VCNeYE

https://youtu.be/634HjPWdgkQ


 

Banda Aceh - Hamdani  warga Cot Preh, Aceh Besar kebingungan. Dia tidak tahu harus membawa kemana kotoran sapi miliknya. Karena tak punya solusi lain, lelaki itu menumpuk saja kotoran sapi di kebun belakang kandang hingga menggunung.

 

Dia hanya bisa berharap suatu saat ada orang yang datang mengambil kotoran itu untuk dijadikan pupuk tanaman. Persoalan yang berasal dari kotoran sapi ini sudah bertahun-tahun dilakoni  Hamdani. Dia rutin menyekop kotoran sapi dari dalam kandang, lalu ditumpuk di kebun. Lalu aromanya menyebar hingga di kejauhan, mulai saat kotoran hewan itu masih basah hingga mulai mengering.

https://youtu.be/Xnc96MyKZGQ



Lelaki usia 50 tahun itu hanya memiliki enam ekor sapi, tetapi kotorannya selalu memenuhi kandang. Akibat dari pembuangan sapi milik Hamdani yang terlalu banyak, terkadang kandang miliknya penuh kotoran sapi hingga terlihat seperti jeratan lumpur.

 

Hamdani bukanlah seorang peternak yang memiliki pengetahuan kesehatan hewan yang mumpuni. Sapi miliknya hanya bertambah nilai jual 3 juta Rupiah dalam setahun, sementara seorang peternak sapi bernama Zulkifli di desa Weu, Jantho, bisa mendapatkan pertambahan nilai 3 juta rupiah itu dalam tiga bulan.

 

Sapi-sapi di kandang Zulkifli  tidak membuang kotoran terlalu banyak, kandangnya juga bersih berlantai semen dengan suara musik klasik menghibur 16 ekor sapi miliknya. “ Sapi disini hanya sedikit membuang kotoran, lalu saya sekop untuk memupuk rumput,” kata Zulkifli.

 

Faktor kandang yang bersih dikatakan Zulkifli membuat sapi miliknya sehat, sehingga tidak membuang kotoran banyak. Semua yang dimakan sapi menjadi daging, sementara sapi yang membuang kotoran berlebihan diakibatkan di dalam perut hewan,  adanya gangguan kuman yang berasal dari kotoran sapi di kandang.

 

Zulkfli dan Hamdani memiliki kesamaan dalam budidaya sapi. Keduanya sama-sama membudidaya rumput untuk pakan ternak mereka. Perbedaan diantara kedua peternak ini adalah dalam pengetahuan terhadap kesehatan sapi.

 

Penjelasan Dari Pemerintah.

Terhadap persoalan yang berasal dari Hamdani ini, kami tidak mendapat sebuah jawaban dari pemerintah yang bisa menjadi solusi. Dari Kadis Peternakan Aceh Zalsufran, ST M,Si  hanya sebuah jawaban yang dikirim lewat pesan WhatsAp.

 

“ Saya konfirmasi ke Dinas Pertanian Aceh Besar ya, sebaiknya malah bisa diolah jadi pupuk,” dengan gambar emoticon kedua tangan saling menempel di ujung kalimat, sebagai tanda salam. Setelah itu dia mengirim nomor kontak Kadis Pertanian Aceh Besar.  

 

Dari Kadis Pertanian Aceh Besar Jakfar, saya mendapat  jawaban kotoran sapi bisa diolah menjadi pupuk kandang atau pupuk organik. Lalu dia bertanya di mana lokasi kotoran sapi, biar dia suruh untuk ambil bagi yang membutuhkan.

 

Masih dari pemerintah saya mendapat jawaban dari Kadis Pertanian dan Perkebunan  Ir, Cut Huzaimah. Dia mengatakan persoalan kotoran sapi bukan menjadi kerja intansi mereka. Ketika ditanya mungkin bisa dijadikan pupuk? Cut Huzaimah menjawab tidak menggunakan pupuk dari kotoran sapi.

 

Adun Mukhlis Ikut Bicara.

Sebuah jawaban yang menohok justru datang dari mantan Bupati Aceh Besar Mukhlis Basyah yang kini memiliki lebih seratus ekor sapi. Ketika saya mengunjungi kandang milik Adun Mukhlis lebih dua tahun lalu, lelaki itu mengatakan pemerintah tidak hadir dalam membina para peternak.

 

Denmark Punya Solusi

Berbeda pemerintah berbeda pula cara mengelola sapi. Dalam sebuah kunjungan saya ke Jerman. Melintasi sebuah kota bernama Urhuus, kota  di ujung negera Denmark yang berbatasan dengan Jerman ini juga memiliki peternakan sapi. Sapinya malah bisa dilihat dari lintasan Highway.

 

Di Urhuus tidak ada yang namanya Dinas Peternakan. Apalagi Dinas Pertanian dan Perkebunan, baik ditingkat Propinsi atau tingkat Kota. Semuanya diurus pada tingkat Commune, atau setingkat Mukim di Aceh. Tetapi semua kotoran sapi diproses lalu disebarkan ke perkebunan kentang.

 

Tidak hanya kotoran sapi yang diolah di sana, sampah yang berasal dari bahan makanan juga dijadikan pupuk organik. Disebarkan kembali ke perkebunan, begitulah daur ulang di negeri kecil yang bertetangga dengan negara Skandinavia itu.

 

Lalu kapan di negeri yang mengaku sebagai bangsa Teulebeh ini akan mampu mengatasi berbagai persoalan masyarakat, padahal negeri ini memiliki semua intansi dengan struktur sampai ke bawah,  bekerjakah mereka ? Atau mereka duduk manis mengurus administrasi, menanda tangani berkas-berkas, lalu terbang dinas luar kota melalui Bandara Blang Bintang. Sungguh kita hanya bisa bertanya pada rumput yang bergoyang.

 

Tarmizi Alhagu


Komentar

Tampilkan

Terkini