Pabrik Sampah Denmark Versus TPA Gampoeng Jawa-Banda Aceh

Minggu, 11 Februari 2018, Februari 11, 2018 WIB Last Updated 2018-02-19T11:56:21Z


Pabrik Sampah Denmark

Sampah selalu saja menjadi perbincangan yang tak habis-habisnya, persoalan penanganan sampah begitu rumit di Indonesia, apalagi di Aceh, sampah adalah persoalan laten, sama seperti latennya bahaya komunis, begitulah dampak sampah yang diberikan untuk warga kota Banda Aceh.

Ditempat pembuangan akhir sampah (TPA) Kampung Jawa, tumpukan sampah sudah setinggi gunung, mungkin tingginya sudah mencapai 30 meter dengan luas sekitar delapan Ha, aromanya dari lokasi dilorong lima, tercium hingga ke lorong satu.

Belum lagi ceceran sampah dipinggir jalan kota Banda Aceh, baunya menusuk hidung, aromanya terasa menusuk ketulang belakang, bila melintas didalam kota, apalagi didekat tong sampah, selain wajib menutup hidung, kita harus mengangkat bahu, untuk menahan sesak nafas akibat bau busuk.
Dibawah fenomena sampah yang begitu rupa, hampir saban tahun pemerintah kota Banda Aceh memperoleh penghargaan Adipura, sebuah pemberian penghargaan untuk sebuah kota yang bersih, benarkah ini?

TPA Kampung Jawa kini sudah over capasity, tak mampu lagi menampung sampah

Blang Bintang, Aceh Besar.

Foto Tarmizi Bey.
TPA Kampung Jawa-Banda Aceh.

Blang Bintang -Aceh Besar.

Sebuah solusi yang merepotkan orang lain oleh Pemko Banda Aceh, apalagi yang dibuang itu sampah!, sudah tentu dampaknya bakal berakibat bagi warga disekitar Blang Bintang, oleh aroma baunya itu.

Kebijakan Pemko Banda Aceh sungguh merendahkan martabat Aceh Besar sebagai wilayah penampung sampah, sementara Nyak-nyak warga Aceh Besar yang masuk kekota ini di Shubuh pagi sebagai pedagang kaki lima, mereka uber layaknya hewan bernajis.

Sungguh sebuah barter ekonomi yang tidak pantas telah dipertontonkan Pemerintah Kota Banda Aceh, antara mengusir nyak-nyak pedagang kaki lima dari Aceh Besar, ditukarkan dengan pembuangan sampah ke perbukitan Blang Bintang.

Penanganan sampah sesungguhnya tidaklah rumit, lihat dikota Hjorring-Denmark, sebuah kota kecil dikawasan Skandinavia, mereka malah memperoleh sumber ekonomi dari hasil pengelolaan sampah.
Sampah dikelola dengan sangat baik, mulai sampah plastik yang dirubah menjadi bahan baku plastik yang bisa kembali dijual ke pabrik Industri, sampah logam yang dibentuk kembali menjadi material logam.

Sampah bahan makanan yang diproses menjadi pupuk kompos, yang oleh pabrik sampah kemudian ditaburkan kelahan-lahan pertanian penduduk, sebagai pupuk tanaman, hingga hasil akhir berupa abu pabrik yang dijadikan bahan bakar indusri.

Negara kecil Denmark saja bisa menjadikan sampah sebagai sumber ekonomi, konon Aceh sebagai "Bangsa Teu Leubeh Ateuh Rhung Donya," tidak mampu melakukan itu?

Tidak hanya Denmark yang jago menangani sampah, dikota kecil Stavanger-Norwegia, warga disana juga lihai mengurus sampah, mereka membilah sampai menurut material, sampah sisa makanan dibuang ke tong berwarna hijau, sampah Kardus dibuang ke tong berwarna coklat, sampah logam dibuang ke tong berwarna hitam.

Semua tong sampah itu ditempatkan berjejer didepan rumah, sehingga memudahkan mobil penganggut mengambilnya, sementara sampah dari botol plastik mereka bawa ke Supermaket, disana botol-botol dimasukkan kedalam sebuah lobang mesin, setelah menekan tombol-tombol pada mesin itu, bertambahlah saldo ke rekening pembuang sampah.

Begitulah penanganan sampah pada bangsa yang tidak teu leubeh, namun mereka tidak pernah mendapatkan penghargaan Adipura!, masih maukah kita menerima penghargaan simbolis itu?, bila penanganan sampah kota Banda Aceh, masih bikin meu nget-nget ule orang yang melintas.

Tarmizi Alhagu

Komentar

Tampilkan

Terkini