Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh Adakan Diskusi Keacehan

Senin, 09 Maret 2020, Maret 09, 2020 WIB Last Updated 2020-03-09T08:19:18Z


Banda Aceh - Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh (PCA) mengadakan Diskusi Keacehan dengan tema "Ada Apa dengan MoU Helsinki?" di Aula Kesbangpol Provinsi Aceh pada Minggu, 08 Maret 2020.

Diskusi yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Aceh dan Nasional ini membahas tentang proses perdamaian Aceh dan RI, serta  mempertanyakan sudah sejauh mana perjalanan MoU Helsinki, juga penerapannya pasca konflik Aceh dan RI berakhir.

Ketua Umum Dewan Pimpinan PCA Sulthan Alfaraby, dalam sambutannya mengatakan bahwa pemuda masa kini mesti menjadi contoh yang baik bagi generasi muda kedepannya. Generasi muda Aceh harus lebih peduli dengan nasib Aceh, karena masa depan Aceh dimasa depan tergantung dari semangat anak-anak muda dalam memperjuangkan nasib bangsanya.

"Terima kasih saya ucapkan untuk semua tokoh yang telah berhadir yang sangat luar biasa, dan juga kepada para tamu undangan serta hadirin sekalian. Saya ingin katakan, bahwasanya pemuda-pemuda Aceh masa kini mesti lebih peduli dengan nasib Aceh di masa ini dan juga di masa depan. Karena nasib Aceh tergantung kepada generasi mudanya dalam membangun Aceh kedepannya. Salah satu contoh yang pertama kali harus dikaji dan diperjuangkan adalah tentang pelaksanaan MoU Helsinki pasca konflik Aceh silam, " ujarnya. 

Dalam pembukaan diskusi yang dimoderatori oleh Samsul Bahri, M Si  mengatakan bahwa MoU Helsinki sudah seharusnya dibahas lagi oleh masyarakat Aceh, khususnya generasi muda Aceh. Dia berharap MoU Helsinki jangan sekali-kali dilupakan oleh semua pihak, khususnya generasi muda Aceh.

Pembicara pertama yakni Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tgk H Muhammad Yunus Yusuf, memberikan apresiasi kepada Dewan Pimpinan PCA dengan diadakannya Diskusi Keacehan yang berarti sudah menuangkan ide kegiatan serta semangat untuk masyarakat Aceh. 

"Aceh harus merdeka dalam bingkai NKRI dengan cara MoU Helsinki harus terealisasikan, karena sudah banyak masyarakat Aceh yang menjadi korban pada saat konflik berkecamuk di Aceh, " ujarnya.


Pimpinan Presidium GAM Independen, Tgk Sufaini Usman Syekhy, menyampaikan pandangannya terhadap perjuangan bangsa Aceh. Menurutnya, jika berbicara tentang Aceh tentunya melalui perjalanan yang panjang, dan MoU sudah 15 tahun berjalan tapi tidak terealisasikan karena para pemangku jabatan tidak fokus dengan perjuangan terhadap MoU Helsinki. Karena itu, pemuda harus mempunyai solusi terhadap segala permasalahan yang ada di Aceh saat ini, tambahnya.

Sementara itu, Tokoh Nasional Aceh H Karimun Usman, memberikan saran bahwa segala hal yang tercantum dalam butir-butir MoU Helsinki harus direalisasikan, dan tentunya harusmenguntungkan bagi masyarakat Aceh.

Mantan Ketua Komisi II DPRA, Nurzahri ST juga sepakat bahwa polemik MoU Helsinki harus mempunyai jalan keluar, dan tidak saling menyalahkan satu sama lain karena dapat menimbulkan perpecahan antara sesama orang Aceh.

Terakhir, Akademisi Unsyiah Basri Effendi, SH MH MKn menutup sesi diskusi dengan mengatakan bahwa perlu adanya solusi dari penerapan MoU Helsinki pasca perdamaian di Aceh, dan hak tersebut harus tampak nyata.

"Pelaksanaan MoU Helsink harus bisa mensejahterakan rakyat Aceh. Pemerintah harus mempunyai iktikad yang baik dalam memperjuangkan nasib Aceh, " ucapnya.

Diskusi dilanjutkan dengan sesi bertanya dan peserta sangat antusias, khususnya mahasiswa, pemuda dan korban konflik Aceh yang hadir. Berbagai pandangan serta pertanyaan membuat suasana diskusi berjalan dinamis.

 Rilis
Komentar

Tampilkan

Terkini

Seputar%20Nanggroe

+