![]() |
Gerombolan Domba Di Desa Neuheun Aceh Besar |
Segerombolan domba
berjalan beriring di jalanan Desa Neuhun, Aceh Besar. Hewan bertanduk itu
sedang merumput di tepi jalan. Mereka tidak memperdulikan banyaknya orang yang
melintas, berjalan dari timur ke arah barat untuk memungut rumput di tanah yang
mulai mengering.
Jumlahnya mungkin belasan dengan
berbagai warna bulu yang mereka miliki. Di Aceh hewan yang secara umum disebut
domba itu, lebih populer dengan nama biri-biri, dipelihara untuk diambil dagingnya. Hewan ini tidak sepopuler kambing, sehingga harga dagingnya lebih murah.
Di Aceh orang lebih memilih
memelihara kambing karena harga jualnya lebih tinggi. Bahkan di propinsi paling
barat Indonesia itu, ada masakan khusus daging kambing yang populer dengan nama
kuah beulangong. Rasanya nikmat sampai ke ujung syaraf dengan aroma kari yang
khas.
![]() |
Domba Desa Ruyung Krung Raya |
Domba memang kurang populer,
tetapi masih ada juga yang mengosumsinya. Tetapi populasi domba di Aceh juga
lumayan banyak. Sari desa Neheun, Ruyung, Beureuneut, hingga Lampanah. Di bagian utara Aceh Besar, domba terlihat berjalan di tepi jalan dan lahan kebun yang
tidak berpagar.
Populasi hewan berbulu tebal itu
juga bisa ditemukan di Kecamatan Kuta Baro, kawasan Ulee Kareng dan banyak
tempat lainnya, terutama kawasan berhawa dingin dataran tinggi Gayo.
Bulu Domba Dibiarkan Terbuang.
![]() |
Bulu Domba Aceh Yang Eksotis |
Bila disemua negara dibelahan
dunia sangat memberi tempat untuk domba, tidak demikian di Aceh. Di Propinsi
dengan masyarakat yang mengaku dirinya bangsa Teuleubeh, bulu domba tidak dijadikan sebagai sumber daya ekonomi. Dari pengusaha hingga pengelola pemerintahan di Aceh, tidak memiliki ilmu dan
keahlian untuk mengolah bulu domba.
Di Propinsi ini warganya tidak
peduli dengan kehadiran bulu domba. Dibiarkan kumal menempel ditubuh domba, penuh kotoran. Tidak pernah dibersihkan, hampir tidak pernah dimandikan, untuk
menjaga keindahan bulunya.
Kondisi terbalik justru berbeda
dengan negara lain, bulu domba dijadikan berbagai produk industri fashion. Dari
mulai untuk bahan baku jaket musim dingin, hingga aksesoris sepatu wanita,
mereka menjadikan bulu domba sebagai produk kain wol, yang kemudian mereka buat
menjadi jas, celana, syal, penutup kepala, aksesoris tas, dompet, dan berbagai produk
tekstil lainnya.
Aceh menjadi wilayah yang terlalu
unik dan terlalu kolot. Di belahan bumi selatan, untuk memproduksi wol saja, mereka tidak memiliki kemampuan, padahal bangsa Mongol dan Turki, yang mendiami
Stepa Mongolia di Asia Tengah, telah
ribuan tahun memanfaatkan bulu domba, untuk membuat ambal atau permadani. Mereka
juga merajut bulu domba, untuk berbaga keperluan pakaian hingga sepatu dan topi.
Bulu domba di Aceh hanya dianggap
sampah, tidak berharga, yang dianggap angin lalu saja, oleh pemerintah dan
pengusaha. Para oknum pejabat yang membidangi perindustrian, justru lebih suka
mengurus hal lain yang berbau proyek APBA, dengan anggaran yang di transfer dari
pusat pemerintahan di Jakarta.
![]() |
Pesona Bulu Domba Aceh |
Padahal bila bulu domba, dijadikan
bahan baku industri fashion, jutaan Dolar akan masuk, ke dalam kas pemerintah
Aceh. Masyarakat bisa menikmatinya, berbagai bidang pekerjaan lain juga bisa
tumbuh, seiring kehadiran industri tekstil. Setidaknya jasa angkutan, buruh
pelabuhan, kebutuhan tenaga industri tekstil, untuk menjahit kain wol, menjadi
produk fashion akan membangkitkan ekonomi Aceh.
Tetapi memang dasar para oknum pegawai, yang bekerja di pemerintahan, memang tidak memiliki keahlian. Hadir ke kantor
hanya sebagai tenaga administrasi, atau kerani, membuat industri yang memiliki
bahan baku, berlimpah di Aceh tidak mampu mereka olah, menjadi produk industri
tekstil
Para pejabat dan pelaku usaha, lebih memilih bisnis di proyek-proyek pemerintah. Sebagai kontraktor dan supplier, untuk menguras
uang Aceh, yang seharusnya bisa dijadikan modal. Untuk menjadikan Aceh sebagai
wilayah yang sejahtera, kehadiran PT. PEMA sebagai representasi pemerintah, untuk
membangun usaha, juga tidak membuka mata untuk menghadirkan industri wol di
Aceh.
Tarmizi Alhagu.