DPRA : LKPJ Gubernur Aceh 2017, Ketahanan Fiskal Masih Rapuh

Minggu, 27 Mei 2018, Mei 27, 2018 WIB Last Updated 2018-05-26T17:55:55Z

Banda Aceh-Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melaksanakan rapat paripurna khusus terhadap penyampaian rekomendasi dewan atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Aceh tahun anggaran 2017,  pada Jum'at (25/5) di Gedung Utama DPRA Banda Aceh.

Dalam rekomendasi DPRA yang dibacakan oleh juru bicara Komisi III, Murdani Yusuf dan Bardan Sahidi itu disampaikan bahwa berdasarkan hasil telaah yang dilakukan atas LKPJ Gubernur Aceh 2017, DPRA menilai laporan tersebut dari sisi pengelolaan keuangan daerah realisasinya tidak sesuai dengan kondisi riil.

Dari sisi pendapatan daerah terlihat bahwa ketergantungan penerimaan dari transfer pemerintah pusat masih sangat dominan, dan cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Kontribusi penerimaan Aceh yang bersuber dari PAD (pendapatan asli daerah) tampak masih masih sangat terbatas.

Hingga akhir tahun 2017, hanya sebesar 15,82 % dari total pendapatan yang berasal PAD. Artinya target untuk membuat Aceh mandiri dalam hal fiskal masih belum tercapai. Dengan kata lain, ketahanan fiskal daerah masih sangat rapuh.

Sumber pendapatan yang berasal dari dana perimbangan, kontribusinya masih 26,55 % dari total penerimaan. Begitu juga zakat sebagai bagian dari sumber penerimaan daerah, kontribusinya masih amat minim.

Ketergantungan penerimaan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus (otsus) yang merupakan bagian dari pendapatan sah masih sangat dominan. Hingga akhir tahun 2017, dari data realisasi yang ada, kontribusi dana otsus lebih dari separuh penerimaan Aceh saat ini.

Dari realisasi pendapatan Aceh sebesar Rp 14,35 triliun, sebesar 57,63 persen disumbang dari dana otsus. Ini artinya, Pemerintah Aceh masih belum mampu menggali sumber penerimaan lain yang dapat mengimbangi penerimaan dari sumber dana otsus. Seandainya suatu saat Aceh tidak mendapat transfer dana otsus dari pusat, maka Aceh akan kehilangan separuh dari penerimaan daerah yang ada saat ini.

Oleh karena itu DPRA menyarankan kepada Gubernur Aceh agar lebih aktif dan cerdas dalam menggali sumber-sumber penerimaan Aceh, terutama diluar sumber dana otsus. Menurut DPRA belum terlihat sumber penerimaan lain yang potensial dan dapat diharapkan dapat menutupi “celah” kekosongan fiskal jika dana otsus habis.

Jika kondisi ini masih terus begini, maka diperkirakan Aceh akan kehilangan separuh dari penerimaan yang diterima selama ini.

DPRA juga menyarankan agar mengevaluasi penyaluran dana zakat, khususnya untuk mencegah dan meminimalisir pelbagai upaya penyalahgunaan dan penyimpangan. Revisi Pergub Nomor 10 Tahun 2010 tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah penting disegerakan. Tujuannya agar infaq dan shadaqah juga dapat menjadi PAD.

Sementara itu dari sisi belanja Aceh, realisasinya memperlihatkan kondisi yang kontra produktif untuk menjamin akselerasi pembangunan daerah. Komposisi belanja Aceh ternyata berada dalam keadaan tidak sehat. Meskipun alokasi belanja pada awalnya direncanakan nyaris berimbang, yakni Rp 7,42 triliun untuk belanja tidak langsung, dan Rp 7,49 triliun untuk belanja langsung, namun realisasinya tidak terpenuhi sesuai harapan.

Soraya
Komentar

Tampilkan

Terkini