Banda Aceh- Deburan ombak berhenti ditepi susunan cadas, setelah sebelumnya menghempas hamparan karang, buih putih bertaburan membasahi pasir pantai, yang bersambung dengan batuan cadas dibagian bawah sebuah gunung.
Setengah mil dilaut terlihat ada beberapa keramba apung milik nelayan, ditopang oleh dua buah perahu, daiatasnya sebuah pondok kayu kecil yang dibangun diantara topangan bangunan keramba dan perahu.
Itulah pemandangan seharian teluk Lhok Seudu, yang kini menampilkan beberapa pulau kecil terhampar dilautan, sebagai sebuah kisah yang ditinggalkan tsunami tahun 2004.
Lhok Seudu berjarak 28 kilo meter dibarat Banda Aceh, dahulunya daerah ini adalah lokasi yang dijadikan para petani untuk berkebun cengkeh, namun karena harga cengkeh turun dibawah kendali pemerintah orde baru, mereka kemudian meninggalkan kebunnya.
Lhok Seudu kembali memukau setelah musibah tsunami, gunung-gunungnya yang menyambung, sebagian terpisah menjadi pulau-pulau kecil dihempas tsunami.
Perairannya kemudian juga membentuk sebuah teluk yang melengkung, membentuk huruf U ke arah laut, dibagian tengah dan sisinya pecahan pulau kecil dan bukit karang menghampar indah.
Setelah 14 tahun tsunami, Lhok Seudu kini berubah menjadi tempat wisata, banyak usaha kuliner dibangun dikawasan ini, mereka juga menyediakan sate Gurita, sejenis hewan laut mirip cumi-cumi yang memiliki kaki banyak.
Usaha kuliner tidak hanya dibangun didaratan dan diatas bukit, tetapi juga diperairan, berupa pondok-pondok kecil memanjang yang ditopang tiang-tiang kedalam laut.
Para pelayan yang berada diatas bukit mengirimkan pesanan dalam kotak kayu, disangkutkan ke seutas tali dengan menggunakan alat katrol sepeda, untuk menurunkan pesanan makanan kebawah.
Demikian pula sebaliknya pesanan yang sudah habis disantap, piring dan gelasnya dinaikkan kembali dengan katrol sepeda keatas bukit oleh pelayan yang dibawah.
Tarmizi alhagu