Lampu minyak tanah yang pernah digunakan sebagai penerang pada tahun 80 hingga 90-an (Foto : Soraya)
Banda Aceh - Dampak banjir bandang yang melanda 17 Kabupaten di Aceh juga terasa di Kota Banda Aceh. Meski tidak terkena banjir secara langsung, namun warga Banda Aceh mengalami pemadaman listrik dan kehilangan sinyal hingga memasuki minggu ketiga bencana.
Sadar tidak, ada yang berbeda dari pola kehidupan warga sehari-hari. Bagi mereka yang kini sudah tua, yang mengalami masa muda tahun 80-an dan 90-an mungkin tidak sulit untuk beradaptasi, lantas bagaimana dengan generasi kini ?
Untuk mengisi daya baterai hp, warga ramai-ramai menyerbu warung kopi, meskipun warung juga menggunakan genset. Sebagian ada yang berkelana keliling kota mencari warkop yang listriknya nyala.
Di sisi lain, sejumlah toko atau kios tampak menempelkan kertas dengan tulisan "Di sini menjual lilin" atau Di sini tersedia lilin". Ada juga toko yang mempromosikan lampu emergensi yang bisa dicas, tidak berapa lama karena tingginya peminat sudah sold out. Peminatnya umumnya generasi muda yang ingin praktis.
Namun Rosa, seorang ibu rumah tangga di Blower mengatakan untuk penerangan enggan menggunakan lilin. " Kebetulan di rumah masih ada lampu minyak tanah, jadi tinggal siapin stok minyak tanah. Harganya pun naik yang biasa harganya 10 ribu per liter menjadi 12 ribu per liter, lalu naik lagi 15 ribu per liter, itu pun tidak banyak yang jual, " jelasnya.
Ketika terjadi pemadaman listrik berhari-hari, air dalam bak pun surut. Untuk memenuhi kebutuhan bersih-bersih ini yang lumayan ribet. Rizal seorang pekerja swasta di Neusu, harus rela bangun subuh langsung menuju mesjid terdekat untuk mandi. "Harus pagi subuh kalau mau mandi, kalau sudah pagi menjelang jam 7 sudah mulai antri, " tandasnya.
Tidak hanya sebatas mandi, untuk kebutuhan bersih-bersih malam hari warga harus menyiapkan air. Mereka yang memiliki kemampuan dari segi keuangan bisa memesan air bersih. Untuk yang memiliki sumur cincin harus gigih mengangkat air menggunakan timba dan tali.
Lantas bagaimana dengan urusan masak-memasak ? Inilah yang paling bikin pusing kepala warga Kota Banda Aceh belakangan ini . Bagaimana tidak sudah padam listrik, gas pun langka. Harga makanan pun melonjak, warga banyak yang terkejut dengan nasi yang cuma pakai telur atau ikan, harganya mencapai Rp 18.000 hingga 20.000 per porsi.
Warga Banda Aceh yang berjuang mencari gas elpiji, memang sebagian sudah banyak menyerah. Mereka sudah mulai menggunakan kayu bakar untuk memasak, demi menjaga asap dapur tetap ngebul.
Mila yang sempat tinggal di rumah panggung khas Aceh waktu masa remaja, menceritakan bahwa dirinya tidak asing dengan aktivitas masak memasak menggunakan kayu bakar "Seperti kembali hidup tahun delapan puluhan, masak pakai kayu bakar dan menghaluskan bumbu pakai cobek, " ucapnya.
Soraya
