Perempuan Penegak Hukum Jinayah

Minggu, 11 Februari 2018, Februari 11, 2018 WIB Last Updated 2018-02-19T11:47:46Z
PLT Kasatpol PP dan WH Aceh Besar Rahmadaniaty, S,sos, MM.




Berdampingan dengan kota Banda Aceh sebagai  ibu kota Kota Propinsi Aceh, bukanlah persoalan mudah untuk masyarakat Aceh Besar, berbagai imbas dari persoalan di kota Banda Aceh akan mengalir juga ke Aceh Besar.

Persoalan yang paling pelik adalah masalah penyakit masyarakat dalam bidang Jinayah, setelah gencarnya Pemerintah Kota Banda Aceh menangani persoalan itu, para pelaku pelanggaran Jinayah malah mencari wilayah baru ke Aceh Besar.

Namun siapa sangka tanggung jawab terhadap pelanggaran syariat Islam itu justru dipikul seorang wanita, alumni STPDN tahun 1994 Rahmadaniaty S,sos, MM,  menjabat  sebagai PLT Kasatpol PP dan WH Aceh Besar.

Dia sudah memegang jabatan itu sejak tahun 2016, dengan tugas utama pembersihan penyakit masyarakat dalam bidang pelanggaran Jinayah,  wanita kelahiran Banda Aceh 20 Oktober 1972 itu harus membuka dua pos di Jantho dan Lambaro.

 Pos Lambaro merupakan wilayah yang sangat banyak mengalami pelanggaran Jinayah,  oleh
 mereka yang menghindar razia maksiat oleh Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh, kata Wanita Kasatpol PP dan WH itu.

" Karena salon-salon di Banda Aceh sudah dilarang, mereka mencari lokasi baru di Aceh Besar."
Diantara banyak kejahatan, Rahmadaniaty pernah mendapat limpahan kasus unik, seorang isteri yang sudah cerai dengan suaminya, lalu menikah lagi dengan seorang lelaki,  mantan suaminya   justru pulang kembali kerumah dengan alasan melihat anak-anak.

Oleh masyarakat yang melihat kejanggalan itu, menangkap pasangan yang dicurigai, sesampai dalam pemeriksaan penyidik WH, ketiganya malah tertawa-tawa, seakan tidak terjadi sesuatu, kata Rahmadaniaty.

Rahmadaniaty dalam sebuah sosialisasi penegakan Syariat Islam di Aceh Besar.
Wanita yang bersuamikan M.Ali,  S,sos, M,si itu juga menangani kasus unik seorang suami yang dilaporkan isterinya seorang PNS, bahwa dia telah menikah siri dengan seorang wanita, karena kasus itu kemudian si suami  sempat dipenjara, namun sang isteri menawarkan perdamaian dengan catatan isteri sirinya harus diceraikan.

Kompensasi dari perceraian akan dicabut pengaduan oleh istri pertama,  akibatnya
dengan terpaksa karena tidak mendapat izin dari istri pertama dan atasannya, sang suami menceraikan isteri siri, surat perceraian itu ikut ditanda tangani oleh aparat desa.

Setelah terlepas dari penjara, sang suami kemudian kembali pulang kerumah istri sirinya, masyarakat desa menangkap mereka dan menyerahkan kepada penyidik Wilayatul Hisbah,  dalam pemeriksaan suami memperlihatkan surat nikah sirinya, lalu mengaku dia bercerai karena dipaksa oleh istri pertama dengan ancaman penjara.

Persoalan-persoalan penuh kejanggalan begitulah yang muncul sebagai persoalan jinayah di Aceh Besar, kata wanita penyidik ini, selebihnya lebih banyak kepada pembinaan kepada masyarakat, dengan melakukan patroli kelokasi wisata di Lhok Nga dan Krueng Raya, Aceh Besar.

Ibu tiga putra itu juga pernah menangani persoalan jinayah yang dilakukan oleh anak dibawah umur, mereka pelajar SMP dan SMA, setelah diberi pembinaan, anak-anak itu dipulangkan kepada orang tuanya.

"Pelaku ditangkap masyarakat, pada saat diserahkan sudah dalam kondisi terkoyak dibagian kepala, setelah diobati, mereka diperiksa penyidik, ternyata usianya masih dibawah 17 tahun."

Tarmizi Alhagu
Komentar

Tampilkan

Terkini

Seputar%20Nanggroe

+