Banda Aceh – Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyambut baik pembentukan Komite Advokasi Daerah (KAD) Antikorupsi Aceh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu dikatakan Gubernur dalam pertemuan bersama Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dan Koordinator Koordinasi Supervisi Pencegahan KPK, Asep Rahmat Suwanda, perwakilan Kamar Dagang dan Industri serta para pelaku usaha di Ruang Potensi Daerah, Komplek Kantor Gubernur Aceh, Jumat (27/04/2018).
Dalam pertemuan tersebut dijelasakan, komite advokasi ini berupaya mengajak pemerintah daerah dan pengusaha swasta duduk bersama mencari solusi terhadap empat permasalahan utama, yaitu prosedur perizinan investasi khusus yang cenderung lama, pengadaan barang dan jasa, kepastian hukum terhadap Harga Eceran Tertinggi (HET) dan iklim bisnis yang belum kondusif.
Pembentukan Komite Advokasi Daerah Antikorupsi juga dijelaskan sebagai sebuah forum komunikasi dan advokasi antara regulator dan pelaku usaha untuk dapat menyampaikan dan menyelesaikan bersama kendala-kendala yang dihadapi dalam penciptaan lingkungan bisnis yang bersih dan berintegritas. Komite ini juga diharapkan dapat mensosialisasikan berbagai regulasi kebijakan anti korupsi, serta sebagai forum komunikasi untuk merumuskan solusi kongkrit pencegahan korupsi di daerah.
Dalam pertemuan tersebut Irwandi mengatakan, korupsi kerap dikaitkan dengan sejumlah posisi strategis di lembaga pemerintah. Apalagi tren yang berkembang saat ini, menurut Gubernur, sorotan untuk kasus korupsi lebih banyak mengarah kepada pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Hal itu terbukti dari banyak kasus korupsi yang terungkap, sebagian besar terkait dengan penyalahgunaan kewenangan yang melibatkan penyelenggaraan negara.
Gubernur menjelaskan, fakta–fakta tersebut mengandung tiga makna, pertama, bahwa tingkat korupsi di negeri kita masih cukup tinggi; Kedua, penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi perlu diperkuat; dan ketiga, langkah visioning, supervisi dan sosialisasi anti korupsi perlu terus ditingkatkan. “Namun yang lebih penting dari ketiga hal itu adalah harus adanya niat dari semua pihak untuk tidak melakukan korupsi,” ujar Gubernur.
Pemerintahan Aceh, lanjut Gubernur, akan terus mendukung langkah-langkah KPK, Kejaksaan dan Kepolisian dalam pemberantasan korupsi ini, sebab hanya dengan upaya tersebut, akan dapat terciptanya Pemerintahan yang bersih dan berkualitas di Aceh.
Gubernur juga menjelaskan, meski sorotan kasus korupsi di negara ini banyak mengarah kepada korupsi di tingkat peyelenggara negara, namun peranan kalangan swasta dan dunia usaha juga terlibat di dalamnya. “Bahkan KPK menyebutkan, dari semua kasus korupsi yang mereka tangani, 80 persen di antaranya melibatkan sektor swasta,” ujar Gubernur.
Modus yang dilakukan, antara lain, suap menyuap dan gratifikasi dalam rangka mempengaruhi kebijakan penyelenggara negara. Untuk itu, langkah supervisi untuk kasus korupsi di kalangan profesional dan swasta dinilai perlu ditingkatkan.
Gubernur berharap, kehadiran Komite Advokasi Daerah di Aceh bisa menjadi mediator dan fasilitator untuk memperkuat semangat ini. Nantinya Komite ini juga diharapkan dapat berperan dalam mensosialisasikan berbagai regulasi kebijakan anti korupsi, serta sebagai forum komunikasi untuk merumuskan solusi kongkrit pencegahan korupsi di daerah.
Dengan demikian, Komite ini akan dapat mendorong lahirnya profesional berintegritas, yang tidak hanya memiliki semangat anti korupsi, tapi juga berperan mencegah korupsi. “Kami yakin, jika kita memiliki profesional berintegritas, maka langkah Pemerintah Aceh untuk mencapai visi “Aceh yang damai dan sejahtera melalui Pemerintahan yang bersih, adil dan melayani” tentu akan lebih mudah terwujud,” ujar Gubernur.
Itu sebabnya Pemerintah Aceh sangat mendukung kehadiran Komite Advokasi Daerah juga diharapkan dapat menjalin kerjasama dengan lembaga hukum terkait, sehingga gerakan anti korupsi di daerah ini semakin menguat.
Sementara Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menjelaskan, pembentukan Komite Advokasi Daerah Antikorupsi Aceh merupakan upaya “memperbaiki Jakarta yang dimulai dari daerah”.
Saut Situmorang juga menjelaskan, pembentukan komite ini merupakan keberlanjutan dari komitmen bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan KPK dalam membangun integritas sektor swasta.
Humas Aceh | 27 April 2018