https://youtu.be/izjeA6INv6c
Banda Aceh-Kewalahan
menurunkan tingkat stunting di Aceh, membuat BKKBN Aceh mengundang Depag Aceh
dalam sebuah pertemuan bertajuk Kegiatan Implementasi Elsimil Tk Kab/Kota, yang
diadakan di Hermes Hotel Senin, 7/3 di Banda Aceh.
Ketua TP PKK Aceh DR. Dyah Erti
Idawati MT, membeberkan pentingnya peran
jajaran pejabat departemen agama, terutama mereka yang langsung menangani calon
pengantin, “ perlunya pembinaan oleh para kuakec kepada
calon pengantin sejak awal, terutama kondisi kesehatan ibu hamil untuk mencegah
stunting.”
Dikatakan Dyah kondisi kesehatan
ibu hamil pada 1000 hari pertama kehidupan bayi, sangat menentukan kelanjutan
kesehatan bayi tersebut, disaat itulah perlunya asupan gizi yang cukup harus
dikomsumsi oleh ibu dan bayinya.
Dyah juga menyarankan seorang ibu
harus menyusui bayi sampai 2 tahun, seperti yang telah menjadi tradisi wanita
Aceh menyusui anaknya sampai 2 tahun sesuai anjuran agama.
Istri Gubernur Aceh ini juga
mengungkap sebuah mitos yang terjadi wilayah pedalaman dataran tinggi Gayo, ada
pendapat disana bila banyak menyusui akan membawa kematian untuk bayi, kondisi
seperti itu dikatakan Dyah menjadi penyebab tingginya angka stunting di Aceh.
Stunting atau dikalangan
masyarakat lebih dipahami sebagai kerdil akibat terhambatnya pertumbuhan tubuh,
menjadi suatu persoalan besar di Aceh, pada tingkat nasional mencatat angka
stunting di Aceh masih diatas 30 persen, namun Ketua TP PKK Aceh menyebut angka
stunting hanya 25 persen.
Selama lebih 2 tahun berkampanye
untuk menurunkan tingkat stunting di Aceh, tampaknya belum memberikan penurunan
yang signifikan, walaupun berbagai kegiatan dengan melibatkan berbagai pihak
telah dilibatkan.
Dyah sendiri menolak mengakui
bahwa tingginya tingkat stunting di Aceh, sangat berkaitan dengan rendahnya mengkomsumsi
susu sejak balita dan usia selanjutnya, dia mengatakan tidak ada hubungannya
antara susu dan terjadinya stunting, “ itu kuno, dahulu orang berpikir seperti itu, tetapi sekarang
tidak.”
Apa yang dikatakan Dyah Erti
dibenarkan oleh dr. Sulasmi seorang ahli kesehatan dari Dinas Kesehatan Aceh,
yang paling berperan pada tingkat stunting adalah asupan gizi pada 1000 hari
kehidupan pertama, kata dia.
Kondisi demikian berbanding
terbalik oleh apa yang dialami para warga Aceh yang bermukim di Eropa, seperti
para pemuda Norwegia, Denmark dan Swedia, mereka mengakui tingginya pertumbuhan
anak-anak mereka, karena tingginya komsumsi susu sejak balita hingga usia
setelahnya.
Selain susu mereka juga mengkomsusi
daging yang banyak melalui makanan kebab, burger dan pizza, itulah yang
menyebabkan anak Aceh di eropa mengalami pertumbuhan lebih tinggi dari orang
tua mereka, ungkap Bukhari seorang warga
asal Pasie Lhok yang tinggal di Stavanger- Norwegia.
Norwegia memberikan subsidi yang
besar untuk warganya dalam komsumsi susu, harga susu di negeri itu lebih rendah
daripada harga sebotol aqua, hal ini tidak terjadi di Aceh, harga susu terlalu
mahal hingga tidak mampu dikomsumsi oleh warga berpenghasilan rendah.
Buruknya kondisi itu diperparah
lagi oleh sikap pemerintah yang tidak memberikan pengetahuan kepada warga,
bahwa mengkomsumsi susu dan daging akan memberikan tingkat pertumbuhan yang
tinggi, juga menyumbang dalam tingkat kecerdasan anak.
Tarmizi Alhagu