Sepiring Ikan Bace Dari Bos Hafas Humas Bank Aceh Syariah

Kamis, 17 Juli 2025, Juli 17, 2025 WIB Last Updated 2025-07-17T15:48:24Z


Silaturahmi Pemilik Media
Dengan Humas Bank Aceh Syariah

 


Entah mimpi apa saya siang Kamis ini, tiba-tiba ada rekan wartawan ngajak makan, kuah beulangong lagi, sebuah kuliner khas Aceh yang pantang untuk pengidap hipertensi seperti kami.

 

Tapi mereka mengajak menemani aja, “nanti abang minum mentimun saja disana, “ oke juga saya pikir, mereka memberi lokasi di Tenggara Banda Aceh, sekitar kawasan desa Bayu, lokasi yang memiliki pesantren besar di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar.

 

Saya memacu sepeda motor pusaka, peninggalan almarhum adik saya tersayang  yang paling bungsu, tetapi ditengah perjalanan sebuah mobil Innova hitam, meminta saya berhenti di jalan Mr.Muhammad Hasan, saya diminta bersama mereka ke Bayu.

 

Di dalamnya sudah ada tiga wartawan, motor saya terpaksa parkir didepan sebuah toko, jadilah saya ikut tiga wartawan bermobil sampai ke desa Bayu, disana kami berhenti pada sebuah warung kuliner beratap daun sagu, dengan seluruh tiang dan kontruksi penyangga dari bambu.

 

Letaknya di pinggir jalan Bayu dengan pemandangan hamparan sawah dibelakang, kami masuk, disana ternyata sudah banyak insan pers yang sudah nempel dibangku kayu panjang, mereka juga menunggu

 

Disebelah timur pada sebuah meja panjang sudah tersaji bebagai kuliner khas Aceh, dari Kuah Beulangong hingga ikan paya, berbagai kuliner lainnya mengisi seisi meja.

 

Disanalah saya baru tahu bahwa ternyata ada undangan dari Humas Bank Aceh Syariah untuk makan di Bayu, ternyata para insan pers itu juga duduk untuk menanti kedatangan pejabat Humas Bank Aceh.

 

Penantian itu ternyata berlangsung lama, sebagian sudah berbisik, kalau bos-bos Bank itu tidak datang bagaimana?, siapa yang akan membayar pesanan sebanyak itu, sebagian rekan mengatakan, kita akan bayar patungan, yang lain berkata, kita kan punya juga toke disini, toke media ini aja yang bayar.

 

Tak sampai setengah menit pembicaraan itu ternyata para Bos Humas Bank Aceh, sudah muncul dengan mobil mereka, ada dengan seragam hitam, mirip pegawai BIN yang berjaga di depan markas mereka di Kalibata,  dibelakangnya muncul pejabatnya berseragam putih, mereka menyapa kami semua, bersalaman, lalu ngajak duduk di meja panjang.

 

Kamipun duduk di meja panjang yang sudah terhidang penuh kuliner, selera mengundang birahi untuk segera menyantap, tapi diawali dengan sedikit basa-basi dengan para bankir itu.

 

Saat itulah saya baru tahu nama Bos Humas Bank Aceh dengan panggilan Hafas, sebuah nama yang sangat familier, tapi saya tidak ingat siapa dan dimana, ternyata nama Hafas itu mirip nama keponakan saya Hafis yang tinggal di Stavanger-Norwegia, ibunya bernama Sarah, dia tinggal di Oslo.

 

Tapi saya coba mengingat lagi, mungkin ada sosok lain yang pernah saya kenal dengan nama Hafas, sayang saya gagal menemukan didalam belantara memori otak saya, tak apalah pikir saya, yang penting inilah sosok Kahumas Bank Aceh Syariah yang baru.

 

Hafas mempersilakan kami makan, didepan saya sudah tersaji sepiring eungkot bace, dengan masakan khas Aceh Besar, dimasak dengan campuran beragam bumbu, kami menyebutnya Peu Aweuh, orang luar sering menyebutnya ikan paya, tapi saya menyebutnya eungkot bung.

 

Dipiring kecil cuma terisi dua potong eungkot bace,  atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan ikan gabus, memiliki khasiat untuk pengobatan luka dalam, terutama untuk luka lambung.

 

Ikan bace itulah yang saya makan sampai habis bersama sepiring nasi, tanpa menyelingi dengan yang lain, kecuali segelas air timun kerok.

 

Usai makan sajian lezat itu, Hafas memberikan semacam pidato perkenalan, basa-basi tentang pemberitaan media, hingga akhirnya masuk ke bagian maketing, tentu saja ini masalah iklan Bank Aceh yang belum dibayar, ditengah terpuruknya pemilik media di Aceh,  akibat iklan yang dipasang oleh intansi pemerintah belum juga di bayar, dan sebuah info kas daerah yang kosong akibat tidak ada transfer dari pusat membuat panik pemilik media.

 

Macetnya pembayaran dari Bank Aceh, sudah pasti membuat kas media kosong, pemilik kelimpungan mencari pembiayaan untuk keberlangsungan media mereka, itulah yang disampaikan seorang rekan pemilik media,  kepada Hafas sebagai Kabag Humas Bank Aceh Syariah yang baru.

 

Harapan wartawan itu ternyata berbeda dengan keinginan Hafas, dia justru ingin pembayaran iklan untuk media, sesuai dengan tingkatan Grafik jumlah pembaca yang bersangkutan.

 

Berseliweran pendapat para pemilik media, sampai kepada sebuah permintaan Hafas agar pembayaran itu dilakukan terhadap berita saja, bukan iklan banner, sebuah usulan yang bisa menjerumuskan insan pers kedalam masalah hukum, karena setiap produk jurnalistik tidak boleh dibayar, dengan kata lain wartawan tidak boleh menerima uang atau janji untuk menaiikkan atau tidak menaikkan berita, karena sudah masuk dalam sogokan.

 

Pembicaraan itu terus berlanjut, saya tidak sempat mengikuti keputusan finalnya, karena sudah harus mengikuti pemilik mobil yang saya tumpangi untuk pulang, tetapi yang pasti saya berterimakasih telah disajikan sepiring ikan bace dari Bos Hafas, sebuah nama yang sepertinya familier di telinga saya.

 

Tarmizi Alhagu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



 

Komentar

Tampilkan

Terkini