https://youtube.com/shorts/Jf9O38aRrK8
Gunung Sampah TPA Blang Bintang
Ibarat gadis
cantik yang jorok begitulah perumpamaan
yang paling tepat untuk menujukkan kebersihan lingkungan di Aceh. Hampir tidak ditemukan pemukiman bersih
di propinsi yang menerapkan Syariat Islam
ini.
Meskipun hadist Rasulullah
menyebutkan kebersihan sebagian dari iman, sepertinya hanya menjadi sebuah
slogan saja, yang sulit dilakukan oleh masyarakat Aceh. Buktinya sampah
berserakan di mana-mana, mulai dari pinggir jalan, saluran air, bahkan sungai
dijadikan lokasi pembuangan sampah.
Pembuangan sampah tidak
hanya dilakukan di pemukiman saja, ke tepi pantai, ke laut, ke danau juga menjadi
lokasi favorit membuang sampah untuk masyarakat Aceh. Pastinya seluruh bumi Aceh adalah tempat
mendaratnya semua sampah.
Sampah
Rumah Tangga Dibuang Ke Saluran Air
Nah kalau kondisinya sudah
seperti itu, adakah lokasi di Aceh yang terbebas dari persoalan sampah? Hingga layak disebut desa yang bersih? Jawabnya hampir tidak ditemukan lokasi lingkungan yang bersih di Aceh.
Memang faktanya ada pemukiman
yang mendekati lingkungan yang bersih, seperti Desa Bandar Baru (Lampriet),
Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Di desa ini di depan setiap rumah disediakan
tempat pembuangan sampah oleh Kelurahan.
Sepintas terlihat pemukiman
Lampriet memang bersih, tetapi lihatlah ke saluran pembuang yang berada disisi
jalan. Di depan dan di belakang rumah
warga, bau menyengat dengan air kehitaman dari got yang terkadang susah
mengalir menjadi pemandangan lazim.
Pemukiman
Desa Bandar Baru (Lampriet).
Lampriet menjadi satu-satunya
kawasan pemukiman di Aceh yang memiliki tingkat pemahaman terhadap kebersihan
lebih tinggi dari kawasan lain. Tradisi buang sampah sembarangan tidak ada lagi
di desa ini, warganya selalu membuang sampah pada tempatnya.
Lampriet juga memiliki tingkat
kebersihan lingkungan yang agak lebih baik, karena di depan dan di belakang rumah
warga memiliki saluran pembuang air,
yang terkoneksi ke seluruh desa.
Kebersihan lingkungan
Lampriet tidak terlepas dari tingkat pendidikan warganya, karena di desa ini dihuni
oleh para pejabat dimasa Gubernur Ali Hasyimi memegang tampuk kekuasaan di Aceh. Merekalah yang melahirkan
generasi-generasi terdidik Aceh sekarang, yang mengerti bagaimana mengelola
kebersihan lingkungan.
Lalu adakah kawasan lain
yang memiliki kebersihan lingkungan lebih baik? Melihat sejarahnya ada
pemukiman karyawan PT. Arun Lhokseumawe, yang boleh dikatakan sebagai kawasan, dengan
tingkat kebersihan lingkungan mendekati standar kebersihan negara maju.
Diluar itu Aceh adalah planet penampung sampah yang
sulit dicarikan tandingannya di seantero bumi.
Lalu mengapa masyarakat Aceh
terbiasa hidup dengan lingkungan yang kotor. Semua itu tidak terlepas dari
peran pemerintah yang juga mengelola lingkungan dengan kotor, sebut saja
perusahaan air minum Tirta Daroy. Mereka juga mengalirkan air yang mereka sebut
air bersih, dalam keadaan keruh, kotor, bahkan terkadang berlumpur hitam
ke rumah warga.
Kalau pemerintah saja
pemahaman kebersihan lingkungannya seperti itu, bagaimana pula dengan rakyat? Tentu lebih buruk! Masyarakat Aceh terbiasa
membuang sampah ke halaman belakang
rumah mereka, hanya halaman depan rumah saja yang terlihat bersih.
Kebiasaan membuang sampah
di belakang rumah itu terkadang mereka bawa saat
merantau. Misalnya mereka menempuh pendidikan di Dayah, maka
sampah-sampah akan dibuang di belakang kamar asrama santri, bertimbunlah sampah
di bagian belakang Dayah.
Kotoran Sapi Ditumpuk
Di belakang Rumah Warga
Tradisi buang sampah
ke belakang rumah adalah warisan turun temurun masyarakat Aceh. Kelakuan ini sudah menyatu dengan kehidupan
sehari-hari mereka, jadi sulit sekali mengubahnya.
Peran pemerintah dalam
menghadirkan lingkungan yang tidak bersih juga berperan sangat besar. Puluhan mobil pembuang sampah setiap hari
beroperasi membuang sampah warga Kota Banda Aceh ke TPA Kampung Jawa dan Blang
Bintang.
Sepintas sampah di kawasan
perkotaan dan pemukiman memang menghilang, tetapi sampah itu berpindah ke TPA
dengan menebar bau busuk dan tumpukan sampah menggunung. Belum lagi sepanjang
jalan yang dilewati truk pengangkut sampah berceceran di jalan.
Belum cerdasnya pemerintah dalam mengelola sampah, menjadi penyebab lingkungan di Aceh belum bersih. Seharusnya semua sampah yang berasal dari bahan makanan diproses menjadi pupuk, lalu sampah plastik dan metal lainnya diproses menjadi bahan baku industri, sehingga tidak menumpuk gunungan sampah di TPA.
Pemerintah seharusnya
menyediakan tong penampung sampah di depan setiap rumah penduduk. Berupa tong
sampah yang berbeda untuk menampung semua sampah sisa makanan, sampah plastik,
sampah metal dan sampah kayu lainnya.
Pengelolaan sampah yang
benar tidak hanya akan membuat lingkungan Aceh menjadi bersih, tetapi menjadi
rahmat bagi petani dan penikmat tumbuhan. Dengan pemberian pupuk gratis yang diproses dari sampah sisa makanan.
Pemerintah juga mendapat
keuntungan dengan menghasilkan sampah plastik dan metal menjadi bahan baku
industri. Semua produk sampah itu bisa dijual ke pabrik-pabrik di Indonesia.
Pengelolaan sampah yang
benar akan membuat lingkungan kita bersih kembali. Dan itu harus dimulai dari
pemerintah, yang akan menjadi contoh kepada masyarakat Aceh, yang hidup
terkucil di atas pulau yang terhampar di atas samudra ini.
Tarmizi
Alhagu