Aceh Ternyata Sudah Punya Pabrik Ayam Petelur Semi Modern Di Saree.

Sabtu, 08 April 2023, April 08, 2023 WIB Last Updated 2023-04-08T05:00:28Z


Kandang Ayam Petelur UPTD Sare Tampak Dari Luar

https://www.youtube.com/shorts/4O9KXwsuStU


Banda Aceh - Sebuah perjalanan jauh harus kami lakukan untuk melihat langsung usaha  ayam petelur milik UPTD Peternakan Aceh di kawasan Saree. Rencana ini sudah sempat tertunda sekali pada Selasa (04/04) lalu, karena pembatalan dari Kepala BLUD UPTD BTNR drh Yessy  Fandipa, MM.

 

Barulah Kamis pagi sekitar pukul 09:00 WIB, kami melaju kesana menumpang mobil milik Dinas Peternakan Aceh. Jarak dari Banda Aceh ke Saree mungkin ada sekitar 100 kilo meter, letak kandang ayam petelur ini berada disekitar belakang  Sekolah Pertanian Saree.

 

Perjalanan itu dipandu oleh seorang pegawai Dinas Peternakan Yus Efendi dan seorang sopir dari instansi tersebut. Perjalanan lebih satu jam membelah Pegunungan Seulawah, barulah kami bisa sampai di Pasar Saree. Sekitar 300 meter kemudian  lewat sebuah jalan di sebelah kiri mobil terlihat membelok, sebuah turunan di kawasan pemukiman kami lalui.

 

Mobil membelok lagi ke kiri melalui kawasan persawahan dan perkebunan warga. Sampai kemudian terlihat sebuah komplek besar berpagar dengan beberapa bangunan, luasnya ada  sekitar 5 Ha, milik Dinas Peternakan Aceh.

 

Beberapa tulisan Dinas Peternakan Aceh tampak jelas di gedung itu. Mobil masuk ke arah belakang setelah membelok pendek ke sisi kanan. Lalu meneruskan ke kiri melewati sejumlah kandang pemeliharaan sapi.

 

Sebuah bangunan panjang terpampang di hadapan kami.  Ukurannya mungkin ada sekitar 15 x 100 meter. Di sisi kiri terlihat sebuah mobil berisi pakan. Di atas atap terlihat sebuah alat seperti menara hidrolik. Ternyata benda itu  mesin  yang bisa  mengkatrol pakan ke dalam kandang.

 

Bertemu Muhammad Ali Sang Operator Kandang

https://www.youtube.com/shorts/2GrvX8jdK9M

Muhammad Ali Sedang Menjelaskan
Cara Kerja Mesin Pengatur Temperatur Kandang
 

Mobil berhenti, kami turun dan bertemu petugas operator setempat. Kemudian muncul seorang lelaki muda kurus, alumni Universitas Gajah Putih Takengon, namanya Muhammad Ali. Dia operator kandang yang memandu kami kemudian.

 

Di depan kandang panjang itu kami melihat sebuah balai, dibawahnya terlihat beberapa ekor ayam yang dikurung. Tampak berserakan tumpukan kecil kotoran ayam yang telah bercampur tanah. Di sisi timur terlihat beberapa pematang besar penuh sayuran. Ada juga sebuah kolam ukuran 5x7 meter berada di sisi pematang yang belum tertanam.

 

Dikatakan Ali, saat ini dia mencoba memformulasikan pupuk kandang itu untuk menanam sayuran. Dengan campuran MP 4 dan sedikit bahan lain,  dijadikan pupuk sayuran. Hasilnya terlihat sayuran memang terlihat subur dan segar.

 

Kami diminta Ali menunggu sebentar, karena dia sedang mempersiapkan untuk bisa masuk ke dalam kandang. Sekitar 5 menit kemudian dia mengajak kami masuk. Di lapisan pintu pertama ada sebuah ruangan, terlihat beberapa peralatan mirip gardu listrik. Kami menunggu lagi,  Ali kemudian menyemprot seluruh badan kami, dia meminta untuk mencelupkan telapak sepatu kami kedalam sebuah baskom air.

 

Ali terlihat menghubungi operator di dalam kandang, pintu dibuka. Terlihatlah ribuan ayam pada empat kandang berjajar memanjang. Ukurannya mungkin ada sekitar   2 x 70 meter satu koridor. Kami tidak bisa mengukur secara pasti, karena tidak bisa melewati koridor di antara kandang itu, lupa pula bertanya berapa ukurannya.

 

Kandang di depan kami bertingkat tiga. Keseluruhan dioperasionalkan dengan mesin. Telurnya bergerak di atas sebuah alat menuju sebuah meja berdinding. Dinding itu penuh peralatan bermesin, di sanalah telur-telur dipungut dan disusun ke dalam wadah.

 

Ketika Ayam Berkotek-Kotek Ribut


https://youtu.be/8XLRz3RJWec

Penampakan Kandang Ayam Bertingkat Dari Dalam


Saya mencoba memasuki koridor di depan kandang. Baru beberapa langkah bergerak, suara kotek- kotek ribut mengejutkan saya, beberapa ayam terlihat berloncatan di dalam kandang. Ali meminta saya berhenti, lalu saya mundur sambil terus merekam aktivitas ayam di kandang itu.

 

Saya kemudian mencoba melangkah lagi perlahan. Kamera handphone milik saya terus merekam, dari belakang terdengar Ali menepukkan tangan. Dia  berteriak pelan,   “ Hei Guys, hari ini kita kedatangan tamu ya".  Ayam itu spontan tak ribut lagi.

 

Kamera saya kemudian merekam telur-telur yang  bergerak dari rol di depan kandang. Semua telur bergerak ke depan, naik ke sebuah dinding. Lalu turun lagi di atas sebuah meja. Di sana sudah terlihat petugas yang mengumpulkannya.

 

Ali mengatakan ada sekitar 18 ribu ekor ayam  dikandang itu. Telur ayam ini memiliki berat yang bervariasi, ada yang 65 gram perbutir, ada yang 78 gram. Bahkan ada yang mencapai berat 86 gram, setiap ayam membutuhkan pakan 118 gram per/hari.

 

Usaha ayam petelur kata Ali mengalami pengeluaran terbesar pada sektor pakan. Apalagi semua pakan ini harus didatangkan dari luar. Masa produktif ayam bertelur juga singkat, hanya pada usia 18 bulan produksi telur sudah menurun. Saat itulah ayam harus diapkirkan, dagingnya dijual ke pasar dengan harga 20 ribu Rupiah/Kg.

 

Sementara itu, di sektor obat hanya diberikan saat dibutuhkan. Namun pada usia 100 hari ayam sudah disuntik IDS, agar nanti jika terjadi serangan virus atau bakteri, ayam sudah tidak terinfeksi lagi, jelas Ali.

 

Dapat Jatah Dua Papan Telur Dari UPTD Sare.


Dua Papan Telur Pemberian UPTD Saree
 Kepada Wartawan Peliput

Ayam petelur UPTD Saree,  kata Ali, sudah memasuki periode ke tiga.  Dulu pada periode ke dua pernah diserang virus IB, setiap habis satu periode kandang dikosongkan selama 1-3 bulan. Semua ayam yang tersisa dijual ke pasar.   Baru kemudian dimasukkan bibit yang baru, sebut operator kandang ini.

 

Ali kemudian mengantar kembali kami keluar. Di ruangan itu dia menjelaskan cara operasional  sebuah mesin pengatur suhu kandang. Lalu dia kembali menyusun telur-telur, mengepak dalam beberapa ikatan. Akhirnya dia berpesan agar kami kembali ke situ suatu saat nanti, saya mengiyakan ajakannya itu.

 

Setelah menghabiskan waktu separuh hari di kandang ayam yang berada di atas pundak Seulawah itu. Kami kembali pulang ke Banda Aceh. Pak Yus yang memandu kami menjelaskan tingginya harga pakan, sangat membebani operasional peternakan ayam petelur.

 

Setiba kembali di Kantor Dinas Peternakan Aceh, Pak Yus memberi kami masing-masing dua papan telur. Telur jatah saya kemudian diganti uang 80 ribu Rupiah oleh rekan wartawan yang ikut meliput ke sana. Sayapun akhirnya sebagai Rakyat Aceh  bisa juga menikmati langsung hasil dari bisnis ayam petelur,  yang beromzet 19,838  miliar Rupiah itu dalam satu periode.

 

Tarmizi Alhagu

 

Komentar

Tampilkan

Terkini