Era Baru Muslim Eropa

Senin, 12 Februari 2018, Februari 12, 2018 WIB Last Updated 2018-02-19T11:40:02Z

Warga muslim Norwegia shalat Idhul Adha di kota Stavanger

Stavanger
-Hari itu Jum,at,  diakhir musim panas, cuaca kota Stavanger cerah tak berawan, udara terasa dingin, meski musim panas cukup panjang.

Sebagai seorang muslim, saya tentu harus melaksanakan Shalat Jum,at, tapi kemana?, dikota yang asing bagi saya ini, dipenghujung Eropa pula, dipundak kutub utara, dimana harus mencari mesjid?.

Suara Azan tak terdengar, kubah mesjid tak terlihat, mau kemana saya?, istri saya kemudian memberi baju putih dan jas untuk saya pakai, saya jadi bingung, kenapa pakai jas?, seumur-umur tak pernah pakai jas kemanapun, apalagi ke mesjid.

Saya tak ingin berdebat dengan istri yang warga negara Norwegia,  ini negerinya, dia lebih tahu, lalu dia berkata, disini orang pakai jas ke mesjid, saya pikir okelah, ini Eropa, mungkin berbeda.


Mesjid Turky dikawasan Centrum (Pusat Kota Stavanger).

Dia mengantar saya ke mesjid, tidak jauh jaraknya, hanya sekitar 15 menit berkenderaan,  melewati pusat kota, orang terlihat ramai, ditaman kota penuh orang-orang, wanita berambut pirang, lelaki berkulit putih bergegas melintas.

Foto Tarmizi Bey.
Menjelang Shalat Jum,at di Mesjid Turky

Kenderaan berhenti didekat sebuah gedung, tak terlihat aktivitas sebuah mesjid, hanya ada sebuah bangunan dibawah tangga jembatan penyeberangan, tak terlihat kubah mesjid, "itu mesjid Turky," kata istri, saya bergegas kesana, masuk melalui satu-satunya pintu.

Dipintu masuk yang berukuran 2x 2 meter itu, terlihat sebuah rak sepatu besar, sekira 4 meter didepan terlihat sebuah pintu kaca, didalamnya tampak beberapa jama,ah, disudut kanan depan tampak tangga menuju keatas.

Foto Tarmizi Bey.
Mesjid Pakistan

Setelah membuka sepatu, saya melihat diantara jama,ah menaiki tangga, saya mengikuti, disana terlihat empat buah kran untuk wudhuk, dipojok kiri ada 2 kamar kecil, mengikuti jama,ah lain sayapun berwudhuk, " agak sulit memang ditempat yang berhimpitan begitu, air wudhuk yang menetes hanya ditampung disebuah talang besi sepanjang 2,5 meter.

Turun kebawah, saya masuk kedalam mesjid melewati pintu kaca, hanya terlihat jama,ah dalam hitungan jari, jam sudah menunjuk pukul 14:00 siang, cukup lama saya duduk, kemudian baru terdengar seseorang mengaji didepan sebuah meja kecil.

Setengah jam kemudian seseorang berpakaian imam duduk ditempat itu, terlihat seperti sedang memberi khutbah, tapi ternyata tidak, saya tidak mengerti apa yang dia sampaikan dalam bahasa Turky pula.

Jama,ah terus berdatangan, tepat hampir pukul 15:00 azan dikumandangkan, sang imam terlihat Shalat sunat dua raka,at, kemudian dia bergegas kepojok kanan menaiki mimbar, "inilah saatnya dia memberi khutbah," lazimnya rukun Jum,at.

Itulah Shalat Jum,at pertama saya di Eropa, dikota Stavanger, di mesjid Turky, hari-hari seterusnya saya kembali ke mesjid itu untuk shalat Jum,at, terkadang juga shalat Fardhu.
Setiap Shalat Jum,at jama,ah selalu terlihat penuh, selain masyarakat Turky, Somali, orang-orang Aceh yang kini sudah menjadi warga negara Norwegia, juga Shalat Jum,at disini.

Meski saya selalu shalat di mesjid Turky, tetapi itu bukan satu-satunya mesjid di Stavanger, ada banyak mesjid lainnya, bahkan disebelah mesjid Turky ada mesjid Pakistan, hanya dipisahkan oleh sebuah jalan kecil seukuran 4 meter.

Foto Tarmizi Bey.
Khutbah Shalat Idul Adha.

Untuk pertama kalinya saya mesti berlebaran di luar negeri, dinegeri orang yang jauh dari sanak famili, jauh dari kerabat, jauh dari sahabat, dengan seluruh rasa yang tidak enak, tidak biasa, sayapun menuju ke mesjid untuk melaksanakan shalad Ied.
Suasana Shalat Idul Adha.



Menumpang mobil tetangga, saya melaksanakan shalat Ied disebuah gedung yang tampaknya lapangan basket, cukup luas, seluas lapangan sepak bola Lampineung,  mendekati lokasi saya sudah melihat orang-orang berkulit hitam memberi arahan, kemana mobil harus parkir.

Jama,ah datang cukup banyak, mencapai jumlah ribuan, pria, wanita, anak-anak, dari berbagai bangsa,manyoritas berkulit hitam, menurut tetangga saya, shalad ied ini dikordinir oleh Islamic Center Norwegia, shalatnya sekitar pukul 10:00, sementara shalad Ied lebih awal pada pukul 08:00 dilaksanakan di mesjid Turky.

Awal Kehadiran Islam Di Stavanger.

Sekarang sudah ada tujuh mesjid  yang berada di kota Stavanger, mesjid Turky, mesjid Pakistan, mesjid Makki, justru berada di kawasan Centrum pusat kota Stavanger.

Foto Tarmizi Bey.
Imam Meunasah Aceh Stavanger Tgk.Abdul Kadir sedang mempeusijuk jama,ah Haji

Pada awalnya kehadiran Islam  sangat asing di Stavanger, menurut Tgk.Abdul Kadir, Imam Meunasah Aceh di Stavanger, mengutip seorang lelaki yang datang puluhan tahun lalu ke Stavanger, "untuk mencari makanan halal saja begitu susah  kala itu."

Lelaki yang berasal dari Pakistan dan Turky itu terpaksa harus mengkomsumsi telur sebagai bahan makanan, beberapa lama kemudian mereka meminta beli ayam dari warga setempat untuk disembelih, terkadang diberikan, terkadang pula tidak.

Foto Tarmizi Bey.
Mesjid Makki.

Lama kelamaan secara bergelombang datang orang-orang Turky ke Stavanger, jumlahnya terus meningkat, seiring kedatangan orang dari Pakistan dan Afganistan, datang pula imigran dari Somalia dan beberapa negara Afrika lainnya.

Foto Tarmizi Bey.
Suasana Shalat di Mesjid Makki.

Seiring waktu jumlah warga muslim di Stavanger terus meningkat mencapai jumlah ribuan, terbangunlah tujuh mesjid dikota Stavanger. Sementara lelaki dari Pakistan itu kini juga telah membangun sebuah mesjid dikawasan Centrum, bersebelahan dengan mesjid Turky.

Makanan Halal.

Meski Norwegia merupakan negara sosialis, dan dihuni oleh manyoritas non muslim, namun tidak sulit mencari makanan halal disini, sudah banyak restoran, cafe(kedai kopi), super market milik orang Islam.

Ada supermaket milik warga Turky, menyediakan berbagai bahan makanan halal, ada restoran Turky, dengan menu utama kebab, ada restoran Pakistan, bahkan ada restoran milik orang Aceh bernama Sumatra di kota Stavanger.

Kedai kopi juga banyak, ada yang namanya Starbuck, sebuah gerai populer yang sudah ada diberbagai belahan dunia, banyak pula kedai kopi lainnya, namun saya selalu memilih Starbuck, karena disini tidak menyediakan minuman keras.
Kebab.

Kebab adalah makanan populer di Norwegia, dijual di restoran Turky dan Pakistan, ada yang dibuat dalam bentuk roti seukuran piring makan kecil sedikit, adapula rule kebab seukuran lingkaran bahu orang dewasa dengan panjang 20 centi meter.

Untuk menikmati makanan dan minuman di Norwegia memang cukup mahal, bila membandingkan dengan di Indonesia, apalagi di Aceh, memang bukan bandingannya, segelas kopi hitam saja harganya 29 krone (mata uang Norwegia), dengan kurs 1800 rupiah/krone, sudah cukup 15 gelas kopi di Banda Aceh.

Sebuah rule kebab saja harganya 80 krone di restoran Pakistan, cukup mahal, membuat keinginan  untuk kembali jadi terhalang, tapi rasanya, nikmat bung, jauh diatas kenikmatan iklan-iklan makanan yang ditayangkan telivisi Indonesia.

Begitulah Stavanger, sebuah kota mahal diujung Eropa, kini bergeliat dengan aura Islam dalam peradaban baru meraka. 

Denmark.
Pasar Pusat Kota Hjorring Denmark

Islam tidak hanya berkembang di Stavanger, di Denmark, sebuah negara bertetangga dengan Norwegia, Islam juga tumbuh dengan pesat, terutama dikota kecil Urhus, hampir 30 persen komunitas kota itu beragama Islam.

Foto Tarmizi Bey.
Suasana malam dikota Hjorring-Denmark
Saya sempat berkunjung ke kota Urhus,  suasananya persis sebuah perkampungan muslim, dengan mesjid dan toko-toko penjual makanan halal, ada supermarket, toko daging, restoran milik warga muslim dikota ini.

Foto Tarmizi Bey.
Pusat Kota Hjorring Denmark

Seorang anak muda berusia sekitar 19 tahun menjadi imam  shalat magrib di mesjid Urhus,  saya kaget bukan kepalang, karena penampilannya yang sangat bersahaja, persis seperti anak muda lainnya.

 "Sang imam muda,  masuk mesjid dengan memakai T-Shirt, bercelana training, lalu bergegas ke depan jamaah, memakai jubah imam, memimpin shalat dengan suara merdu ,  lafaz pembacaan ayat sangat sempurna diujung lidah pemuda kulit putih itu."

Tidak hanya di kota Urhus saya sempat shalat selama berada di Denmark, saya juga shalat di mesjid kota Hgjoring, sebuah kota yang berbatas laut dengan kota Kristiansand (Norwegia), mesjid ini terletak dibelakang pusat pertokoan.

Jerman.

Suasana Taman Dipusat Kota Hamburg-Jerman.

Jerman adalah negara Eropa dengan perkembangan penduduk muslim sangat pesat, saya sempat singgah dikota Hamburg, sebuah kota terdekat dalam lintasan Paris-Skandinavia, sebuah mesjid indah berlantai tiga terdapat dikota ini, letaknya persis di  jalan samping belakang Zirat Bank Internasional.

Foto Tarmizi Bey.
Mesjid Kota Hamburg

Pada lantai dasar digunakan untuk tempat berwudhuk, toilet, dan beberapa kegiatan lain, sementara dilantai dua ada pustaka, ruang kantor, kantin, disini banyak dipajang foto-foto kegiantan mesjid, ada juga koran yang bernuansa islami terletak disisi koridor, dibagikan gratis.
Foto Tarmizi Bey.
Koridor utama dilantai II Mesjid Hanburg-Jerman.
Dilantai atas barulah ruang shalat yang cukup luas, dengan ambal tebal yang didatangkan langsung dari Istambul,  ukiran dinding bernuansa Turky yang indah menampilkan kenyamanan saat beribadah didalamnya.

Foto Tarmizi Bey.
Persimpangan Kota Hamburg

Sebuah toko bernama Indonesia juga berada dikota ini, sayangnya kami datang pada hari Minggu, saat mereka lagi libur (Umumnya warga Eropa tidak bekerja pada hari Sabtu dan Minggu).

Hamburg menampilkan pesona Eropa yang utuh, dengan bangunan-bangunan permanen bernuansa modern, sepanjang jalan disuguhi kuliner aneka macam, mulai dari kebab, pizza dan berbagai masakan dari berbagai belahan dunia.

Foto Tarmizi Bey.
Toko milik warga Turky sepanjang jalan Hamburg

Disepanjang jalan kita bisa melihat pertokoan dalam aksara Turky, baik berupa restoran, supermarket, dan pertokoan lainnya, Hamburg seakan menjadi sangat Turky, karena disemua lokasi tersedia kuliner Turky.

Foto Tarmizi Bey.
Menikmati Bulgur disebuah Restoran Turky di kota Hanburg-Jerman.

"Dikota inilah saya menikmati pertama kalinya Bulgur, sebuah makanan Turky terbuat dari gandum yang diolah persis nasi goreng, rasanya lebih lembut dari nasi, dengan dicampur kebab, bukan main nikmatnya, seumur hidup itulah makanan paling nikmat yang pernah saya santap.

Belgia.

Foto Ainal Ismail.
Kota Tua Brussel-Belgia

Dalam perjalanan menuju Paris, saya sempat menginap di Brussel, ibu kota Belgia, meski hanya satu malam, sebuah hotel bernuansa Kereta Api, bernama Train Hotel, letaknya juga didekat stasiun kereta api, menjadi tempat kami melepas lelah.

Sebelum malam berangkat jauh, dimalam Sabtu itu, kami ingin melihat suasana Brussel, maka kami telusurilah jalan-jalan dengan ujung yang serupa, semua ruas jalan kota tua Brussel berujung pada taman berbentuk bulatan.

Uniknya semua taman Brussel tertuju pada taman lainnya dengan bentuk lingkaran pula, diluar taman terlihat rel lintasan kereta api dalam kota, lalu ruas-ruas jalan pertokoan delapan lantai itu menuju ke taman lain lagi.

Foto Tarmizi Bey.
 Pertokoan Brussel Yang Terhubung Ke Taman Kota.

Sukar bagi saya untuk menjelaskan dengan kata-kata bagaimana gambaran seutuhnya, antara
taman-taman Brussel dengan jejeran pertokoan, disetiap jejeran pertokoan ada ruas jalan, lalu ada pertokoan kuno bernuansa Romawi lagi, ruas jalan lagi, mungkin ada sekitar  5 sampai tujuh ruas jalan,  dengan posisi pertokoan dikiri-kanan bertingkat delapan, menuju kesetiap taman.

Foto Tarmizi Bey.
Kereta Api Singgah di Setiap Taman Kota Brussel

Kami memilih duduk pada sebuah taman, di depan kami anak usia 5- 10 tahun sedang bermain, dari warna kulitnya terlihat mereka seperti orang Turky atau orang Arab, saya lalu memanggil mereka, kami terlibat percakapan, saya bertanya nama-nama mereka.

Ternyata kebanyakan anak-anak itu dari keturunan Turky, mereka  menggunakan bahasa Belgia dan Inggris, dengan bahasa Inggris litle -litle, saya berusaha bercakap, diantara anak itu ada yang datang dari Suriah, "mungkin ini korban konflik saya kira."

Diujung malam kami kembali kehotel, kaki terasa letih, kerongkongan haus, pilihan terbaik adalah singgah dikedai minuman, namun dikota ini bagaimana mencari restoran halal, berjalanlah kami, hingga diujung jalan, pada sebuah kedai pojok, ternyata ada kedai kopi Turky.

Kami mau masuk kesitu, namun seorang lelaki didepan kedai menghentikan langkah kami, dia mengatakan, tradisi wanita-wanita Turky tidak ke kedai malam-malam, batallah kami masuk, karena yang paling haus adalah istri saya.

Foto Tarmizi Bey.
Terowongan Keluar Kota Brussel-Belgia

Saat haus semakin mendera, sebuah toko makanan terlihat, jadilah minuman mineral membasahi kerongkongan.

Magnit Paris.

Foto Tarmizi Bey.
Gemerlap malam Kota Paris

Paris terletak dijantung Eropa, ini kota yang paling memikat, karya arsitekturnya luar biasa, 
perpaduan antara bangunan tua bernuansa Romawi dan bangunan modern mewarnai kota ini.

Menara Eifel adalah magnit Paris untuk seluruh warga dunia, jutaan orang setiap tahun berkunjung hanya untuk melihat besi tua itu.

Foto Tarmizi Bey.

Foto Tarmizi Bey.
Antara Eifel Dan Paris River

Saya tidak pernah menyangka dikota ini disapa dengan bahasa Indonesia, oleh pedagang-pedagang souvenir miniatur eifel berkulit hitam, "murah-murah, katanya, tiga Euro saja, untuk sebuah miniatur Eiffel ditangannya."


Setelah lelah berkeliling taman menara, perut sudah sangat mules, dari pagi semua makanan belum ditransfer kepembuangan, lalu kami mencari jamban, hampir satu jam berkeliling, tak satupun jamban terlihat.

Foto Tarmizi Bey.
Sebuah sisi Kota Paris

Istri saya dengan kesal berkata, bagaimana mungkin, dengan wisatawan ribuan begitu, di lokasi menara Eifel tidak ada jamban, lalu dia mulai bertanya-tanya, ketemulah dengan sebuah jamban dengan atrian sampai 30 meter.

Saya tidak sempat membuang air besar disitu, karena banyaknya orang yang antri, setelah pipis saya langsung kabur, apalagi aroma WC itu auzubilllah pesingnya, istri saya hampir muntah disitu.

Muncullah masalah, perut saya semakin mules, mulailah mencari-cari restoran halal didekat Eiffel, hampir semua restoran tidak ada suguhan halal, lalu saat melintas pertokoan tua Paris berlantai sembilan, seorang pelayan tua memanggil kami, Assalammualaikum, "halal, halal," katanya.

Foto Tarmizi Bey.
Kawasan Situs Sejarah Kota Paris

Saya hampir masuk, namun istri memegang tangan saya, " na ie mabok disinan, katanya," ternyata restoran tadi membaurkan antara makanan halal dan haram, tak jadilah kami masuk.

Setelah lelah bertanya-tanya, ditrotoar toko terlihatlah seorang wanita usia tiga puluhan, berjilbab, dengan baju kurung, duduk dilantai dengan memeluk dua balita, istri saya lalu bertanya dimana ada restoran halal, dia tak tahu, lalu istri bertanya, "   Are you moslem ?, " no katanya.

Foto Tarmizi Bey.
Suasana malam Minggu Kota Paris

Ternyata walaupun berpakaian layaknya muslimah, wanita Eropa belum tentu muslim, mereka adalah wanita-wanita Hongaria yang mengemis ke negara-negara Eropa lainnya, di Stavanger saya juga sering melihat pemandangan serupa itu.

Kami kemudian kembali ke mobil, setelah mendapat informasi dari seorang pedagang Paris, barulah kemudian bisa sampai kesebuah restoran kebab milik warga Arab, celakanya itu warga tak fasih bahasa Inggris pula.

Foto Ainal Ismail.
Pusat Kota Paris

Jadilah kami makan disitu dengan memesan kebab, saya lalu berlari kebelakang, membuang semua bawaan seisi perut, barulah menikmati kebab suguhan si Arab, tapi tentu saja tak senikmat kebab Turky, tak apalah dialas malam yang dingin itu, daripada harus menahan lapar.

Foto Ainal Ismail.
Kawasan Perumahan Elit Kota Paris

Usai makan, sekali lagi kami kelilingi Paris, kota ini memang indah luar biasa, kerlipan lampu menara Eiffel menerangi penjuru kota, pantulan sinar dari sungai yang membelah antara menara Eiffel dan gedung Parlemen Paris sungguh mempesona mata.

Foto Ainal Ismail.
Pesisir Kota Paris

Istri saya tak habis-habisnya mengambil foto dikota ini, tak cukup foto, video pun dia ambil, hingga semua telepon seluler digenggamannya kehabisan baterai, demikian juga saya, tiba-tiba jadi doyan selfie dikota ini, sampai habis baterai HP juga.

London.

Perkembangan Islam di London tumbuh pesat dibanding negara Eropa lainnya, terutama setelah warga muslim disana berhasil membangun  mesjid Kuba berwarna putih secara keseluruhan.

Mesjid ini memiliki kubah besar,halaman luas, tempat parkir, tempat wudhuk dan lantai bawah tanah di pusat kota London.

Warna Turky di Eropa.

Sejatinya perkembangan Islam di Eropa dibawa oleh para imigran Turky, mereka berdagang diseluruh Eropa dengan membuka usaha Restoran Kebab, Supermarket, dan berbagai usaha lainnya, sangat jarang warga Turky berposisi sebagai pekerja, walau ada satu dua yang menjadi supir Taxi, umumnya mereka membuka usaha dagang.

Kehadiran warga Turky di Eropa, persis seperti keberadaan warga Aceh di Malaysia, ataupun keberadaan warga Pidie di Banda Aceh, mereka berdagang berbagai macam rupa, sehingga dari sebuah jalan dikota Hamburg-Jerman, dari sepuluh toko yang ada disana, tiga toko milik warga Turky.

Warga Turky membangun Mesjid secara independen disetiap kota mereka berada, sehingga Imam Mesjidpun didatangkan secara khusus dari Turky, pada setiap khutbah Jum,at, Khatib memberikan materi khutbah dalam bahasa Turky.

Imigran lain yang berasal dari Benua Afrika, Pakistan, Afganistan, Arab dan Asia lainnya juga membangun mesjid secara Swadaya, sekarang sudah banyak mesjid hadir diberbagai kota Eropa,  keberadaanya pun dengan mudah dapat dicari dengan google Maap.

Tarmizi Alhagu

Komentar

Tampilkan

Terkini