Produk Tas Kulit Premium Kualitas Ekspor Yuyun Bordir
Banda Aceh- Sekda Aceh Muhammad Nasir S.IP., MPA mengatakan, sejauh ini pemerintah
terus mendorong belanja pemerintah, untuk mencapai target pertumbuhan dan
penurunan angka kemiskinan di Aceh.
Hal itu disampaikan M. Nasir dalam pesan Whashapp yang
dikirim ke Redaksi Harian Moslem pada Minggu sore, (16/11) di Banda Aceh. Ia juga
mengatakan ukuran pertumbuhan ekonomi dapat dilihat di BPS.
Secara riil pertumbuhan ekonomi Aceh saat ini dapat dirasakan di Ibu Kota Propinsi Aceh. Banda Aceh mengalami stagnasi ekonomi, dengan menurunnya tingkat pembelian oleh masyarakat.
Sepinya tingkat pembelian di pusat perbelanjaan seperti Pasar
Aceh dan Peunayong, membuat pelaku UMKM kelimpungan. Daya beli masyarakat yang
menurun menjadi penyebab runtuhnya ekonomi di ibu kota Propinsi Aceh.
Transaksi perdagangan sedikit melonjak, saat kedatangan
turis asing, yang berkunjung ke ibu kota Serambi Mekkah. Mereka memenuhi pusat
perbelanjaan souvenir di Peunayong dan pasar Aceh.
Pembelian dari masyarakat sendiri relatif minim, oleh karena
kondisi keuangan yang menurun. Berbagai keluhan disampaikan oleh UMKM, yang
tergabung dalam Group UMKM BSI Aceh, mayoritas mengeluh rendahnya daya beli. Walau mereka sudah menempuh berbagai cara, sampai menjual ke market place.
UMKM belum memperoleh solusi untuk meningkatkan daya jualnya. Berbagai brand produk UMKM yang tergabung dalam GO UMKM BSI Aceh,
sangat berharap menemukan pasar untuk menjual produk mereka.
Sebuah harapan juga disampaikan Yuyun Bordir yang membuka
Gerai di Kawasan Pango. Pemilik usaha Yulidar Usman mengatakan produk kulit
milik mereka, paling hanya laku satu tas dalam satu bulan.
Yulidar menjelaskan mereka memperoleh omzet setiap bulan
sampai 30 juta Rupiah, dengan mempekerjakan 30 pengrajin. Untuk memproduksi tas
kulit premium, tas dari bahan kanvas dan berbagai busana bordir motif Aceh.
Yulidar Usman mengatakan mereka mengandalkan pasar lokal,
bila ada kegiatan pemerintah seperti
lokakarya. Saat itulah produk Yuyun Bordir laku, sementara tamu dari luar
daerah sangat jarang membeli, kecuali mereka dibawa oleh pemerintah ke Toko
Yuyun Bordir.
Tas kulit premium produk Yuyun Bordir sangat jarang di beli
oleh konsumen lokal. "Hanya tamu yang datang dari pusat yang membeli, dengan
harga yang tinggi Rp.1,5 juta untuk satu tas kulit. Konsumen lokal tidak mampu
menjangkau, " ujar Yulidar Usman.
Terkadang tas mereka dibeli oleh mahasiswa yang sekolah di
luar negeri, atau bila ada tamu asing datang ke Aceh, tas kulit Yuyun Bordir
bisa laku sampai tiga buah dalam satu bulan, lanjutnya.
"Sebenarnya kita sudah pernah
merintis kerja sama dengan Rusia, pada tahun 2019. Kita dibawa oleh Disbudpar
Aceh berkunjung ke Moskow, tetapi karena kemudian terjadi pandemi Covid 19,
kerja sama itu terputus, " paparnya.
Pasar ekspor menjadi harapan besar bagi pelaku UMKM Aceh,
dengan sempitnya pembelian di pasar lokal. Mereka berharap Pemerintah Aceh,
dapat membuka pasar ekspor untuk mereka.
Sempitnya ekonomi Aceh juga tidak terlepas, dari terganggunya
produk pertanian dan perkebunan. Seperti gangguan hama terhadap kakou, yang
berdampak menurunnya produksi, membuat produk kakou tidak bisa di ekspor keluar
negeri.
Rendahnya tingkat budidaya daya sapi di Aceh, juga berdampak
tidak ada ekspor dari hasil peternakan. Menyebabkan Aceh tidak memperoleh
dana dari luar negeri, untuk memperlancar perputaran ekonomi di Aceh.
Rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi Aceh, semakin terasa
ketika Pemerintah Pusat mengurangi dana transfer ke Aceh. Ekonomi terlihat bergerak
ketika ada dana transfer, dengan terjadinya pembelian berbagai bahan baku
proyek pemerintah, dan pembayaran upah kerja serta pembelian berbagai produk
dari UMKM.
Ketika dana transfer tidak datang, ekonomi Aceh kembali
meredup, membuat UMKM kelimpungan.
Besarnya belanja pegawai di Aceh telah berdampak langsung,
terhadap pembangunan ekonomi produktif di Aceh. Selama 20 tahun ini pemerintah
Aceh, tidak mengarahkan ekonomi kepada produksi, yang mampu membangkitkan
pertumbuhan ekonomi.
Tarmizi Alhagu.